Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bingung Ya Terlalu Banyak Pilihan, Ini Solusinya

4 Januari 2024   10:23 Diperbarui: 4 Januari 2024   10:40 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebanyakan pilihan, kebanyakan keinginan. Jadi sulit memilih. Sulit memilih tidak hanya urusan membeli barang atau mrnu makanan. Tapi untuk segala aspek kehidupan. Bingung, mana yang mau dipilih? Hati-hati, biasanya orang yang dihadapkan pada banyak pilihan berpotensi salah pilih. Cenderung mengambil keputusan yang salah, soal apapun.

"People of the future may suffer not from an absence of choice but from a paralysing surfeit of it: overchoice." Begitu kata buku Future Shock karya Alvin Toffler, buku terbitan 50 tahun lampau yang masih relevan. Prediksi Toffler tentang orang bingung kebanyakan pilihan kian menjadi kenyataan.

Orang-orang sekarang, boleh jadi menderita atau merana bukan karena tidak punya pilihan. Melainkan justru "lumpuh" akibat dilema pada dirinya sendiri, kebanyakan pilihan. Dulu zaman saya kecil, tontonan TV hanya ada Si Unyil. Tapi hari ini, kasihan anak-anak kecil begitu banyak pilihan tontonan TV. Mau gratis atau berbayar, jumlahnya puluhan. Dari kecil saja sudah bingung.
 
Overchoice, terlalu banyak pilihan. Itulah penyakit yang mengidap di banyak orang. Jadi bingung, mau pilih yang mana? Cari tempat nongkrong bingung, mau bergaul sama siapa bingung, bahkan mau makan apa saja masih bingung. Overchoice ternyata tidak selamanya baik dan mudah. Terkadang, justru bikin bingung dan menderita. Dan akhirnya banyak waktu terbuang sia-sia. Itulah yang disebut sebagai dilema oleh Toffler.


Dalam banyak hal sehari-hari, terlalu banyak pilihan bisa membunuh kreativitas bahkan produktivitas. Jadi tidak fokus, tidak ada yang selesai. Ini mau itu mau, jadi bingung sendiri. Seperti di medsos punya banyak grup, ikut grup WA ini itu, ikut komunitas hobi ini itu. Akhirnya apa, ya jadi tidak produktif dan banyak buang waktu sia-sia. Coba deh dicek sendiri?

Overchoice alias terlalu banyak pilihan, jadi bingung. Gagal mengambil keputusan, bahkan membuang kesempatan. Karena di otak dan pikirannnya berjejal berbagai informasi yang mungkin tidak dibutuhkan. Menunggu postingan orang atau mengintip laju orang lain. Akhirnya, jadi manusia yang kehilangan fokus. Kita jadi manusia yang sibuk untuk hal yang sia-sia. Sibuk nggak karuan namanya.

Overchoice itu tidak bisa dicegah. Tapi bisa dibatasi. Maka mulailah, untuk membatasi diri dalam hal apapun. Jangan peduli pada hal-hal yang tidak dibutuhkan. Medsos dipakai buat apa, menulis dan berbagi hal yang positif itu sudah cukup. Bukan buat yang lainnya. Jangan terlalu banyak pilihan, batasi. Bergaul dibatasi, makanan pun dibatasi. Cukup fokus pada apaapa yang kita anggap paling penting? Bila penting, kerjakan dan pertahankan. Bila tidak penting atau kurang penting ya berani tinggalkan. Sayangi otak, pikiran, tindakan dan waktu yang dimiliki.

Jangan overchoice, hindari terlalu banyak pilihan. Itulah prinsip yang saya jalani kini di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Tiap week end, saya sengaja dari Jakarta ke Bogor untuk urus taman bacaan. Saya tidak punya pilihan di akhir pekan selain urus taman bacaan saya sendiri. Maka saya terpaksa batasi pergaulan, batasi keinginan. Saya hanya fokus untuk berbuat baik dan menebar manfaat di taman bacaan.

Otak manusia itu terbatas. Kita juga tidak bisa menyerap seluruh informasi yang bercampur aduk. Memilih capres-cawapres saja bingung, apalagi yang banyak pilihannya. Maka hindari overchoice, jangan biarkan terlalu banyak pilihan. Cukup satu pilihan dengan segala konsekuensinya. Itulah sikap tegas. Karena saat pilihan sudah menyempit, maka kita akan punya banyak waktu untuk menyelesaikan apa yang seharusnya kita kerjakan. Lebih fokus dan produktif.

Saat dihadapkan banyak pilihan, jangan terlena apalagi mabuk. Tentukan pilihan yang penting, baik, dan bermanfaat saja. Dan kita sama sekali tidak bisa menyenangkan semua orang. Untuk apa disenangi banyak orang tapi tidak ada manfaatnya.  Cukuplah nasihat Al-Imam Hasan Al-Bashri, "Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia sebagai tanda Allah menelantarkannya." Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun