Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kok Masih Gemar Berprasangka Buruk?

28 September 2023   08:02 Diperbarui: 28 September 2023   08:03 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Satu di antara banyak kelemahan manusia adalah terlalu gampang menilai orang lain hanya dari penampilan luar. Terlalu mudah percaya dari perkataan orang lain. Tidak banyak tahu tapi seolah-olah paling tahu. Berprasangka buruk kepada orang lain. Ngasih makan nggak, nyekolahin nggak. Tapi giliran ngomong seperti yang ngelahirin. Lupa, prasangka buruk itu perbuatan tercela.

   

Manusia, memang cenderung gemar menilai orang lain. Sayangnya, dia tidak suka jika orang lain berbalik menilainya. Prasangkanya buruk, akhalkanya jelek. Terlalu gampang menuding bahkan memvonis orang lain. Seperti si siswa SMP di Cilacap yang viral memukul kawannya sendiri. Karena prasangka buruknya, temannay dianggap bergabung ke geng lain, lalu dia membully dan menganiaya orang lain seenaknya. Alhamdulillah dan bersyukur, si siswa SMP yang "sok jagoan" itu akhirany ditangkap polisi dan harus "dikurung" akibat perbuatan jahatnya.

Terbukti, prasangka buruk itu bukan hanya merugikan orang lain. Tapi merugikan diri sendiri. Maka jangan berprasangka buruk kepada siapapun, atas alasan apapun. Apalagi bila nggak tahu duduk perkaranya. Lebih baik diam daripada berprasangka buruk. Karena prasangka buruk itu simbol rusaknya keimanan seseorang. Bobroknya akhlak seseorang. Saat prasangka buruk menyelimuti, di situlah hasutan setan datang. Gibah dan fitnah bertebaran akibat prasangka buruk. Bahkan rusaknya hubungan dan silaturahim, sering kali akibat prasangka buruk.

Ketahuilah, "Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api neraka." (HR. Bukhari no. 6478 dan Muslim no. 2988).

Agar terhindar dari prasangka buruk dan perbuatan yang sia-sia itu pula, saya lebih memilih berkiprah di Taman Bacaan Masayarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Untuk membiasakan berbuat baik dan menebar manfaat. Sambil menjauh dari orang-orang yang hanya banyak omong tanpa aksi nyata. Menjauh dari obrolan yang sia-sia, apalagi hanya bergosip tanpa ujung. Di TBM Lentera Pustaka, saya jadi lebih mampu menahan diri dari keinginan berprasangka buruk kepada orang lain. Sibuk untuk mengabdi secara sosial, di samping menghindari lisan-lisan yang tercela. Ada Pelajaran akhlak yang luar biasa saat berada di taman bacaan. Lalu, kenapa masih banyak orang yang "bersahabat" dengan prasangka buruk tanpa aksi nyata yang baik? Silakan dipikirkan sendiri.

Literasi itu penting bukan untuk mengajak orang lain membaca. Tapi lebih dari itu, literasi justru mengajarkan siapapun untuk tidak gampang berprasangka buruk terhadap diri sendiri, orang lain, kehidupan, bahkan kepada Tuhan. Berhentilah berprasangka buruk, berpindahlah ke perbuatan baik. Ubah niat baik jadi aksi nyata. Untuk selalu menebarkan benih-benih kebaikan dan manfaat kepada sesama.

Tapi bila keadaan yang memaksa, biarlah orang lain berprasangka buruk. Karena memang, hak orang lain untuk berprasangka buruk bahkan membenci kita. Tapi, kewajiban kita adalah tetap berbuat baik kepada semua orang. Seperti saat minum secangkir kopi, silakan tambahkan gula, dicampur susu, atau ditaburi coklat. Terserah Anda. Tapi ingat, seninya minum kopi adalah kita belajar memahami pahitnya kopi. Salam literasi #PegiatLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun