Katanya, generasi milenial lebih suka nongkrong di kafe-kafe. Hang out dan ngobrol-ngobrol sambil ngopi. Disebut lebih suka konsumtif dan bergaya hidup. Selain melek teknologi, generasi milenial dalam bekerja pun lebih "achievement oriented". Kalau begitu, apa iya generasi milenial tidak peduli hari tua atau masa pensiun?
Survei kecil saya di tahun 2019 (Asosiasi DPLK) menyebut 7 dari 10 generasi milenial tidak tahu dana pensiun, khususnya Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Jangankan punya program pensiun, tahu dan paham manfaat dana pensiun saja tidak. Jadi wajar sih, bila generasi milenial tidak peduli masa pensiun.
Tapi fakta lainnya, selama pandemi Covid 19 lalu, generasi milenial yang berinvestasi di saham tiba-tiba meningkat 22%. Bahkan tidak sedikit milenial yang "main" kripto dan sejenisnya. Artinya, generasi milenial ternyata punya kesadaran dan modal untuk "investasi". Apalagi bila belinya via online, fintech istilahnya, pasti milenial suka banget. Entah untuk masa depan, beli rumah, menikah atau masa pensiun. Yang jelas generasi milenial sebenarnya melek soal finansial. Tapi khusus dana pensiun, bisa jadi belum ada yang memberi tahu.
Dalam pikiran positif, pastilah generasi milenial sadar akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun. Apalagi sudah bekerja dan punya gaji, masa sih nggak sadar akan pentingnya mempersiapkan hari tua atau masa pensiun. Zaman digital begini, sangat rugi kalau enggak mau  investasi atau siapkan masa pensiun. Cuma masalahnya, siapa yang kasih tahu generasi milenial tentang pentingnya dana pensiun?
Maka soal dana pensiun khususnya DPLK di generasi milenial, kata kuncinya ada di 1) edukasi dan 2) akses untuk punya dana pensiun. Edukasi adalah "pekerjaan rumah" terbesar untuk mengkampanyekan pentingnya dana pensiun bagi generasi milenial bahkan para pekerja di Indonesia. Edukasi dana pensiun belum masif, belum berkelanjutan. Untuk mengubah pengetahuan generasi meilenial  dari tidak tahu jadi tahu lalu paham pentingnya dana pensiun. Bila sudah paham, pun harus didukung oleh "kemudahan akses" untuk membeli atau punya dana pensiun. Di mana generasi milenial harus beli dana pensiun?
Harus diakui, generasi milenial hari ini adalah populasi terbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Dengan ciri utama "pikiran yang terbuka" sudah pasti generasi milenial mau dan berani punya dana pensiun. Masalahnya, siapa yang edukasi mereka dan di mana mereka bisa membeli DPLK? Datang ke customer service atau beli online? Atau bagaimana baiknya?
Kayaknya sih generasi milenial pasti sadar pentingnya mempersiapkan masa pensiun. Agar punya kecukupan dana di hari tua, saat tidak bekerja lagi. Apalagi milenial sifatnya tidak mau bekerja lama-lama. Pengen cepat kaya terus berhenti bekerja. Lalu buka usaha sendiri yang kreatif. Jadi, apa iya generasi milenial tidak peduli masa pensiun?
Bila dana pensiun khususnya DPLK memberi keuntungan seperti 1) adanya kepastian dana yang cukup untuk hari tua, 2) punya hasil investasi yang optimal selama jadi peserta, dan 3) bisa dibayarkan secara berkala pada saat pensiun. Pastinya, generasi milenial tertarik dan mau punya dana pensiun kok. Daripada kebanyakan ngopi atau nongkrong kan lebih baik menyisihkan sebagian gajinya untuk masa pensiun. Sedikit menabung di saat bekerja lama-lama jadi bukit di masa pensiun.
Jadi, apa iya generasi milenial tidak peduli masa pensiun? Belum tentu, soalnya saat ini belum ada edukasi yang intensif dan kemudahan akses untuk membeli dana pensiun. Adakah yang bisa bantu generasi milenial untuk punya program pensiun? Yukk, dipersilakan. Salam #YukSiapkanPensiun #GenerasiMilenial #EdukasiDanaPensiun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H