Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Baca Buku Biar Nggak Ngalor Ngidul, Semua Kok Diomongin?

17 Januari 2023   09:20 Diperbarui: 17 Januari 2023   09:29 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Siapa sih yang nggak tahu ngalor ngidul? Saat berbicara tidak ada ujungnya. Pangkalnya nggak jelas, maksud dan tujuannya apalagi. Semuanya dijadikan bahan omongan. Negara, pemimpin, hingga orang lain pun diomongin. Solusi nggak ada, malah jadinya gibah, fitnah, gosip dan sejenisnya.

 

Ngalor-ngidul, bisa jadi hobby orang-orang digital. Akibat gawai ada di genggamannya. Segala hal dibicarakan. Apa saja dikomentari. Tapi semua nggak ada solusinya. Omongan tanpa aksi nyata. Disangkana, semua masalah bisa selesai dengan diomongin. Akhirnya, ngalor-ngidul, ke selatan ke utara tapi nggak ada apa-apanya.

Dulu, setahu saya yang suka ngalor ngidul itu. Mereka yang suka nongkrong di warung kopi. Atau di pos ronda alias begadangan. Tapi zaman now, ngalor ngidul sudah jadi hobby. Orang pintar, pegiat media sosial, hingga orang biasa yang punya mimpi besar. Harusnya begini, harusnya begitu, Bagusnya begini bagusnya begitu. Tapi itu semua hanya diomongan. Sing ngalor ya ngalor, sing ngidul ya ngidul. Ngalor-ngidul. Bikin realitas makin jauh dari harapan. Omongannya bertolak belakang dengan perilakunya. Komentarnya justru berselisih dengan kebiasaannya.

Ada benarnya ungkapan "manusia butuh waktu dua tahun untuk belajar bicara, tetapi butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk belajar diam". Orang yang sudah jelek malah dijelek-jelekin. Orang yang salah, bukan dibantu untuk diperbaiki. Malah disalah-salahkan. Wajar, hoaks dan ujaran kebencian begitu marak. Belum menyaring sudah men-sharing. Lalu dengan lagak biak, bertanya ""ini benar gak ya?".

Kaum ngalor ngidul itu sudah hilang sifat hati-hatinya. Gagal menahan diri bahkan gemar memperkeruh suasana. Mereka lupa, terlalu banyak bicara itu justru bisa mengeraskan hati. Akin lupa, bahwa lisan itu bisa berbuah petaka atau syarat masuk neraka. Sembarang menyebar berita yang belum tentu benar. Tidak pernah mempertimbangkan sesuatu itu baik atau buruk. Karena ngalor-ngidul sudah jadi perilaku dan kebiasaannya.

Ngalor ngidul, sering kali membuat rancu antara orang salah atau benar. Kaum ngalor ngidul prinsipnya hanya bicara, wajib komentar. Nggak peduli benar atau salah. Asalkan sudah bisa komentar, puaslah hati dan pikirannya. Kaum ngalor-ngidul sama sekali nggak literat. Gagal memahami relaitas, terlalu peduli terhadap urusan orang lain. Tanpa pernah mau introspeksi diri. Ngalor-ngidul.

Maka saran untuk kaum ngalor-ngidul. Berlatihlah untuk diam. Atau main ke taman bacaan agar lebih banyak membaca sebelum berbicara. Mampu mengubah niat baik jadi aksi nyata. Fokus pada solusi bukan masalah. Silakan berkunung ke Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Untuk lebih peduli pada solusi, lalu berhenti jadi kaum ngalor-ngidul.

Jangan larut pada kebiasaan ngalor-ngidul. Karena bagusnya dunia itu justru ketika terpisah antara yang bagus dan jelek. Sebaliknya, jeleknya dunia itu terjadi saat bagus dan jelek dicampur-adukkan. Berhentilah ngalor ngidul. Cukup diam atau membaca buku. Agar lebih literat. Karenanya Nabi Muhammad SAW pun bernasihat "Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar." Salam literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun