Selama berkiprah di taman bacaan, saya sering mendapat curhatan dari kawan yang mengeluh anaknya tidak mau membaca buku. "Nggak tahu harus gimana lagi, sudah dibelikan buku mahal-mahal tapi nggak dibaca" begitu katanya. Ujungnya, yang disalahkan gawai atau TV. Katanya lagi, anaknya sudah kecandungan gawai atau nonton TV. Â Apa iya, anak nggak mau membaca buku karena gawai?
Sebelum menjawab, saya pun bertanya balik kepada kawan. "Kamu suruh anak membaca buku, tapi kamu suka baca buku nggak?" Hampir semua kawan saya menjawab singkat, "nggak suka!" Saya pun menyatakan, "Ya sudah, berarti nggak ada masalah. Nggak ada yang perlu dikeluhkan". Kan semuanya nggak suka membaca buku. Orang tua nggak suka baca maka anak pun nggak suka baca. Berarti nggak ada masalah, iya kan?
Orang tua atau siapapun harus tahu. Kegiatan membaca itu membutuhkan proses, memerlukan pembiasaan. Jadi, tidak ada hubungan antara kecanduan gawai menyebabkan anak nggak suka membaca buku. Tapi yang dibutuhkan adalah sikap dan komitmen untuk lebih peduli terhadap proses membaca. Bukan menyalahkan aktivitas gawai atau menonton TV. Karena membaca buku bukan sarana untuk "membunuh" gawai atau TV. Tapi untuk menyeimbangkan aktivitas apapun tapi tetap mau membaca.
Berdasar pengalaman saya mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor selama 5 tahun terakhir. Saya menyatakan tentang kegiatan membaca buku dan aktivitas literasi sebagai berikut:
1. Tersedianya akses membaca buku yang menarik dan berkualitas. Harus ada cara yang ditempuh untuk menyediakan akses bacaan. Tidak cukup hanya membelikan buku bacaan. Apalagi buku yang dibeli justru sesuai keinginan orang tua bukan anaknya.
2. Jalani proses membaca buku secara konsisten. Tidak ada proses yang instan, semuanya harus dibiasakan. Karena proses membaca harus dibuat asyik dan menyenangkan. Jujur saja, tidak ada minat atau perilaku aktif membaca tanpa adanya proses. Maka jalani saja prosesnya.
3. Bangun komitmen untuk membimbing atau menemani anak membaca. Orang tua nggak suka baca tidak apa asal mau menemani anak yang membaca. Karena itu, komitmen untuk mengubah kebiasaan main gawai menjadi terbiasa membaca buku harus ditemani. Tidak cukup hanya membelikan buku atau memarahi anak yang nggak membaca.
Tiga prinsip itulah yang dijunjung tinggi TBM Lentera Pustaka. Untuk selalu membiasakan dan menemani anak-anak yang membaca setiap minggunya. Menyediakan akses, menjalani proses di taman bacaan, dan memelihara komitmen untuk menenami anak-anak yang membaca. Alhamdulillah, saat ini ada 130-an anak usia sekolah yang tetap mau membaca buku di taman bacaan. Selalu ada pergerakan anak-anak melangkahkan kaki ke taman bacaan. Bukan pergi bermain atau nongkrong nggak karuan. Silakan datang ke TBM Lentera Pustaka, untuk mengetahui bagaimana anak-anak itu dilatih untuk membaca buku?
Percayalah, kebiasaan membaca anak bukan terletak pada minat. Tapi pada akses dan proses yang dekat dekat buku. Untuk itu, dibutuhkan pendampingan yang sepenuh hati. Agar anak-anak mau membaca buku. Maka sangat sulit kegemaran membaca buku bila orang tua yang nggak suka membaca dan nggak suka menemani anaknya membaca. Temani saja anak saat membaca buku. Itu sudah menjadi langkah besar untuk membiasakan anak membaca, di samping membangun peradaban masyarakat yang lebih literat. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H