Dalam buku "Reading Japanese with a Smile (2007) karya Tom Gally disebutkan orang Jepang punya tradisi "membungkuk" dan memberi hormat sambil tersenyum kepada siapapun. Itu yang disebut tradisi "Ojigi" (membungkuk). Tradisi yang diajarkan sejak usia balita dan selalu dilakukan orang Jepang. Seperti itulah kira-kira budaya atau kebiasaan dibangun di Jepang.
Dalam hal membaca buku, orang-orang Jepang juga luar biasa. Adalah pemandangan yang lazim bila sebagian besar penumpang densha (kereta listrik) justru asyik membaca buku selama perjalanan. Sangat langka penumpang yang ngobrol di kereta listrik. Saat berkunjung ke toko buku pun, ada pemandangan "tachi yomi".Â
Budaya membaca sambil berdiri di toko buku tanpa membeli. Â Sebagai kebosanan atau mononitas aktivitas keseharian. Pemerintah Jepang pun menyediakan secara gratis buku-buku bacaan sebagai bukti kebijakan penyadaran pentingnya membaca. Membaca buku adalah perilaku yang serius dan harus berlanjut. Maka wajar, kualitas SDM di Jepang tergolong unggul, yang ditandai lejitan produk-produknya yang menjelajah dunia dan mampu bersaing secara global.
Di Jepang, ada media sosial tidak? Tentu, ada. Orang Jepang pun punya media sosial seperti orang-orang Indonesia. Tapi orang-oranng Jepang tidak aktif di medsos. Karena mereka sangat menjaga privasi-nya di dunia maya.
Tidak suka berkeluh kesah di medsos, apalagi menebar kebencian dan hoaks. Medsos hanya dipakai untuk hal-hal yang bermanfaat saja. Sekalipun bebas, medsos tetap tidak boleh semaunya. Untuk apa menggunakan media sosial bila tidak ada bermanfaat?
Di negeri matahari terbit, membaca buku adalah budaya atau kultur. Dari buku pula, setiap orang menemukan jalan mau apa dan bagaimana ke depannya?Â
Maka wajar, kini orang Jepang dikenal sebagai pekerja keras, ulet, disiplin, loyal, konsisten, jujur, dan bahkan mengutamakan kerjasama. Buku pula yang mengajarkan sopan-santun dan ketertiban umum. Membaca buku di Jepang, spiritnya untuk mewujudkan kesadaran belajar setiap hari. Agar menjadi jadi lebih baik.
Saat berkunjung ke Jepang, siapapun tidak akan pernah melihat orang yang menyelak antrean. Sekalipun panjang, budaya antre sangat dijunjung tinggi. Siapa yang datang lebih awal maka berhak duluan.Â
Sepintar apapun, orang Jepang sangat berpegang pada adab. Sejatinya, memang adab di atas ilmu. Sangat menghargai proses daripada hasil. Karena mereka percaya, proses tidak akan pernah mengkhianati hasil. Berkunjung ke Jepang, selalu ada pelajaran bukan hanya jalan-jalan.
Di negeri nippon, ada pelajaran tentang jangan pernah berhenti untuk belajar dan membaca. Karena dunia selalu berubah dan setiap orang harus menyesuaikan. Untuk menjadi lebih baik ke depan. Â Di Jepang, ada budaya "Talk Less Do More" bukan "No Action Talk Only".