Selamat pagi sahabat literasi. Jangan lupa seteguk kopi pagi. Agar hidup lebih rileks, lebih realistis. Karena saat meneguk secangkir kopi pagi, memang awalnya pahit tapi ujungnya manis. Siapapun yang menehguk kopi pagi. Akan menjelma menjadi apapun yang diinginkannya. Seberapapun rasa pahit atau manis menyengat, akan tetap merindukan aroma kopi.
Kopi pagi itu bukan karena harganya. Bukan pula karena mereknya. Tapi karena suasananya, karena rasanya. Selalu membuat plong dan bergairah. Karena kopi pagi tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Di dekat cangkir kopi, semuanya sama. Tidak ada pangkat, jabatan atau status sosial. Secangkir kopi pagi tidak pernah kenal orang baik atau orang jahat. Setiap bibir yang menempel [pada secangkir kopi sama saja. Bahwa hitam kopi itu tidak selalu kotor dan pahit. Hitam kopi tidak selalu menyakitkan. Hitamnya kopi hanya simbol. Agar penikmatnya paham, mana yang hitam mana yang putih.
Maka, dosa meninggalkan kopi di pagi hari itu setara dengan menghujat bangsqanya sendiri. Seperti dosa menyalahkan orang lain atau menebar aib tanpa mau introspeksi diri. Tanpa mau berbuat baik untuk orang lain. Terlalu banyak bicara lalu lupa untuk mengerjakannya. Tegulah secangkir kopi pagi sekarang.
Sahabat literasi, kopi pagi selalu mengajarkan. Bahwa apa yang terjadi itu tidak lebih penting dari sikap atas kejadian itu sendiri. Karena siapapun tidak pernah  bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Penikmat kopi hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Mau jadi baik atau jahat? Hany aitu pilihannya.Â
Di balik tegukan kopi pagi. Ada pesan bahwa bila orang lain salah, kita pun belum tentu benar. Jadi, tetap mawas diri dan tersulah berbuat baik, kapan pun dan di mana pun. Agar tetap sejuk di tempat yang panas. Agar tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar. Agar tetap tenang di tempat gaduh sekalipun.
Seperti kiprah seorang pegiat literasi di taman bacaan. Hanya sediakan akses bacaan dan mentradisikan perilaku membaca buku. Buku-buku yang disusun dan dibaca bukan untuk memintarkan orang lain. Tapi untuk mengubah niat baik jadi aksi nyata. Taman bacaan sebagai ladang amal, sebagai jalan hidup untuk terus menebar kebaikan kepada orang lain. Tanpa peduli, ada orang lain yang suka atau tidak suka. Taman bacaan hanya memberi kehangatan. Agar siapapun, tidak sibuk pada gaya hidup apalagi hanya berceloteh. Lalu mencari-cari kesalahan orang lain. Jadi manusia berpendidikan namun tidak literat.Â
Tegukhlah secangkir kopi pagi. Karena di situ, ada kelebihan tanpa perlu dibicarakan. Ada kekurangan tanpa perlu diperdebatkan. Karena siapapun, pasti punya kelebihan pasti punya kekurangan.Tetap rileks dan realistis. Sambil tetap berbuat baik secara konsisten. Tanpa peduli apa kata omongan orang lain.
Â
Kopi pagi seorang pegiat literasi. Selalu mengingatkan pentingnya sabar saat meneguk kopi. Lalu bersyukur saat menghirup kopi. Jangan berkeluh-kesah apalagi gelisah. Karena semua yang terjadi sudah sesuai kehendak-Nya, sudah pantas untuk siapapun manusianya. Kopi pagi menyuruh siapapun untuk tetap baik. Tanpa perlumenunggu jadi orang baik. Karena hidup hanya ada dua orang, 1) khairul bariyyah (sebaik-baik makhluk) atau 2) syarrul bariyyah (seburuk-buruk makhluk) pada akhirnya.