Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suara Hati Ibu Buta Huruf di Era Digital, Ajari Saya Baca-Tulis

25 Juni 2022   08:14 Diperbarui: 25 Juni 2022   08:18 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Geberbura TBM Lentera Pustaka

"Alhamdulillah Pak..." begitu suaranya penuh semangat.

B-a Ba, c a ca ... baca. Begitulah cara Ibu Euis dan teman-temannya mengeja kata. Satu per satu, hingga kata demi kata. Dan sekarang, kaum buta aksara GEBERBURA masih terus berjuang untuk membaca dan menulis dalam bentuk kalimat. Kian sulit memang tapi mereka tetap bersemangat. Kaum buta huruf, hari ini hanya bermodalkan tekad. Agar bisa terbebqas dari belenggu buta aksara. Mungkin hanya tekad yang bisa dibanggakan dirinya esok. Dia memang bodoh, dia memang buta huruf. Tapi dia masih mau ikhtiar belajar. Sekalipun di usia senja.

"Pak, terima kasih ya. Sudah mau ajarin saya. Semoga Bapak sehat ya Pak" katanya lirih. Seusai diperiksa PR-nya, maju ke papan tulis untuk menulis lalu membaca sendiri tulisannya. Raut wajah Ibu Euis pun merekah. Seakan dalam hatinya, ia mau berkata. Saya bangga bisa merasakan susahnya jadi orang yang sedang belajar. Ibu Euis pun berhak membawa pulang seliter beras. Sebagai hadiah bagi kaum buta huruf yang masih mau datang belajar dengan ikhlas dari sang guru.

Itulah fakta seorang Ibu Euis, kaum buta huruf di tengah era digital. Katanya zaman canggih tapi dia tidak bisa baca-tulis. Mungkin di pelosok sana, di negeri nusantara ini, masih banyak kaum buta huruf seperti Ibu Euis. Tapi belum sempat bisa belajar. Akibat tidak adanya orang yang mau mengajarinya baca-tulis.

 

"Tolong ajari saya baca-tulis..." begitulah suara hati Ibu Euis dan ibu-ibu lainnya di kejauhan. Suara batin yang membutuhkan uluran tangan orang-orang pintar. Untuk membebaskan dirinya dan yang lainnnya dari belenggu buta huruf. Tentu, Ibu Euis hanya bagian kisah nyata di era digital. Tentang kaum buta huruf yang terus berjuang untuk bisa melek huruf. 

Dari Ibu Euis, siapa pun bisa belajar. Untuk selalu bersyukur atas kondidi apa pun yang dihadapi. Sambil tetap berjuang untuk ikhtiar baik. Bukan justru menebar prasangka buruk dan pesimistis. Karena baik itu perbuatan, bukan pelajaran. Salam literasi #GeberBura #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun