"Jangan menilai buku dari sampulnya". Begitu kalimat kiasan yang populer.
Secara sederhana, dapat diartikan jangan menilai bobot dari suatu hal hanya dari penampilan luarnya saja. Jangan menilai apa pun dari bungkusnya, tapi isinya. Karena tampak lahir belum tentu sama dengan tampak batin. Bungkus seseorang tidak selalu sama dengan isinya. Maka, buku pun harus dibaca isinya. Jangan hanya sebatas sampulnya atau cover-nya saja.
Maka jangan menilai buku dari sampulnya.
Mungkin di dekat kita, ada seseorang yang terlihat biasa-biasa saja. Penampilannya apa adanya. Disangka bodoh, sering diomongin. Bahakn sering disepelekan orang. Padahal, ilmunya berlimpah dan wawasannya sangat luas. Manfaatnya kepada sesama begitu besar. Sementara di tempat lain, ada orang yang agamis tapi hari-harinya berkeluh-kesah. Gemar bergibah dan mencari-cari kesalahan orang lain. Omongnya banyak, teriakannya kencang. Tapi semuanya hanya omong kosong. Semua yang ditampilkan hanya bungkus, bukan isi.
Fisiknya rohani tapi kelakukann rohalus. Begitu sindiran untuk orang yang tampak luarnya baik tapi dalam hatinya buruk. Manusia yang yang "di depan lain, di belakang lain". Karena memang, ada banyak orang yang bungkusnya berbeda dengan isinya. Maka, jangan menilai buku dari sampulnya.
Jangan menilai buku hanya dari sampulnya.Â
Begitu spirit yang ditanamkan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Bahwa setiap buku, harus dibaca hingga tuntas. Agar bisa memahami isinya dan mengambil pelajaran darinya. Taman bacaan yang tidak hanya sebatas tempat membaca buku. Tapi lebih dari itu, menjadi cara sederhana dalam memberdayakan masyarakat. Menekan angka putus sekolah yang tingi, memberantas buta aksara, menyantuni anak-anak yatim dan para jompo, membimbing anak difabel hingga mendirikan koperasi simpan pinjam untuk menghindari warga dari jeratan rentenir atau utang berbunga tinggi.Â
Pegiat literasi di TBM Lentera Pustaka dilatih untuk menyamakan komitmen dan konsistensi. Aada kesamaan antara yang diucapkan dan dilakukan. Bukan mewah dalam ucapan tapi miskin dalam tindakan. Agar bungkus dan isi di taman bacaan tetap sama, tetap bermanfaat untuk orang banyak.
Jangan menilai buku hanya dari sampulnya. Berarti jangan menilai sesuatu hanya dari bungkusnya. Tanpa tahu isinya. Bangsa Indonesia ini ada untuk bersatu dan maju bersama. Bukan justru berpolemik dan tercerai-berai akibat pikiran negatif yang ditebarkan setiap hari. Sangat lumrah, ada seribu alasan untuk berbeda. Tapi harusnya ada pula jutaan alasan untuk dapat memahami setiap perbedaan. Itulah yang disebut manusia literat. Agar mau menerima realitas dan tetap menjaga keharmonian. Sebagai modal untuk maju.
Â