Tidak ada pagi tanpa melewati malam. Seperti tidak ada sore tanpa melewati siang. Itu berarti waktu adalah jalan untuk menuju tempat yang layak  dituju. Sama sekali tidak ada jalan pintas untuk mencapai sesuatu. Selalu dibutuhkan proses untuk melewati semua tantangan dan peluang yang ada. Maka apa pun di dunia adalah jalan bukan tujuan.
Kata orang bijak, tidak ada hasil tanpa proses yang dilakoni. Dan proses pun tidak pernah mengkhianati hasil. Tidak ada pula kesuksesan tanpa kerja keras. Tidak ada pula pahala yang diperoleh tanpa kebaikan yang diperbuat. Dan sebaliknya tidak ada musibah tanpa kesalahan yang pernah diperbuat. Semua itu jadi tanda, pentingnya "berjalan" untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari waktu ke waktu. Lalu, kenapa masih banyak orang yang hanya "jalan di tempat", tanpa mau mencari jalan lain yang menjadikan dirinya lebih baik?
Â
Sementara di luar sana, berapa banyak orang yang hidup dalam mimpi? Tanpa mau memulai Langkah awal untuk menjalaninya. Bermimpi tanpa mau berbuat. Bercita-cita tinggi namun tidak berani memulainya. Karena sejatinya, gunung yang tinggi pun harus berjuang melewati malam untuk meraih pagi yang cerah. Seperti selalu ada mutiara bila mau menyelami dalamnya lautan. Tidak ada kebaikan sedikit pun yang bisa ditebarkan bila tidak pernah dimulai sama sekali. Hanya puas jadi orang baik di media sosial atau di grup-grup WA. Tanpa aksi sama sekali.
Ada nasihat penting. Bahwa siapa pun jangan terlalu sibuk dengan urusan dunia. Karena sesungguhnya, gunung lautan dan bumi setiap malam meminta izin kepada Allah SWT untuk menghabisi manusia. Hingga akhirnya penyesalan pun tiba.
Spirit itulah yang menjadi landasan gerakan literasi dan taman bacaan. Di tengah riuh gemerlap era digital, pegiat literasi di mana pun tetap berjuang untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Menyediakan akses bacaan kepada siapa pun, lalu menebar kebaikan kepada sesama. Karena literasi dan taman bacaan adalah jalan bukan tujuan.
Â
Taman bacaan adalah jalan, bukan tujuan. Karena faktanya, hanya ada 3 sebab taman bacaan "mati suri" alias tidak aktif dalam ber-literasi. Yaitu,, 1) karena ada buku tidak ada anak, 2) karena ada anak tidak ada buku, dan 3) komitmen pengelola taman bacaan setengah hati. Karena itu, pegiat literasi di taman bacaan selalu berjuang untuk mengatasi setiap tantangan yang menghadang di taman bacaan. Semua orang tahu, mengajak anak-anak untuk membaca di era digital memang tidak mudah. Apalagi di daerah yang selama ini memang tidak punya akses bacaan. Persis seperti sulitnya orang-orang dewasa yang kerjanya hanya bergunjing atau bergibah. Hanya mampu berpikir negatif atas segala keadaan. Hanya mencari kesalahan orang lain. Tanpa mau berbuat yang baik dan mencari solusinya. Orang-orang yang lupa, bahwa dunia adalah jalan untuk menuju kebaikan bukan menabur kejelekan.Â
Apapun yang di depan kita adalah jalan, bukan tujuan. Teruslah berjuang untuk lebih baik. Di seluruh dimensi kehidupan, termasuk di taman bacaan. Karena apa pun yang baik memang harus diperjuangkan. Apa pun kondisiny, tetap menebar kebaikan dan pantang menyerah. Dan percayalah, setiap perjuangan baik tidak akan pernah berakhir dengan sia-sia. Sebab kebaikan adalah "benteng kuat" untuk melewati jalan terjal yang tidak dipedulikan orang lain. Karena dunia dan taman bacaan adalah jalan bukan tujuan.
Maka di taman bacaan, jangan pernah protes pada proses. Lalu kenapa masih tetap "jalan di tempat" tanpa mau berbuat apa pun? Kenapa pula hanya jadi penonton dari "jalan lain" yang dilakukan orang lain? Berbuatlah mumpung masih ada waktu dan jalan. Asal tetap menebar kebaikan dan bermanfaat untuk orang lain. Seperti pegiat literasi yang berjuang di taman bacaan.