Banyak orang sudah ikhtiar. Banyak pegiat literasi sudah berjuang di taman bacaan. Tapi nyatanya, hasilnya belum memadai. Harapannya tidak sesuai dengan kenyataan. Ujungnya jadi frustrasi. Akibat hasil tidak memuaskan, maka proses disalahkan. Atau mungkin, orang lain yang disalahkan. Lalu menyerah dan mengaku kalah.
Â
Di banyak kasus, di banyak kejadian. Tidak ada proses yang salah. Tidak ada pula hasil yang mengkhianati proses. Semua sesuai dengan hukum-Nya, segalanya sudah pas dan pantas. Untuk siapa pun, untuk urusan apa pun. Siapa pun orangnya, siapa pun pegiat literasi yang aktif di taman bacaan. Hanya punya satu kekurangan. Ya, kurang satu doang. Apa itu?
Â
Kok masih begitu-begitu saja. Manusia itu hanya kurang satu doang. Lalu, terlalu cepat merasa gagal. Harapan tidak sesuai kenyataan, terlalu cepat merasa tidak berhasil. Ada masalah terlalu cepat frustrasi. Lalu gampang berkeluh-kesah. Dan mencari "kambing hitam" atau buru-buru menyalahkan orang lain. Ngomong sana ngomong sini akhirnya jadi gibah. Tapi mengaku sudah baik dan paham agama. Begitulah realitas manusia di zaman begini.
Lebih aneh lagi, akibat kurang satu doang. Banyak orang dalam hati membenci orang lain. Menyalahkan keadaan. Bahkan dalam hatinya berceloteh, "Dimana Allah SWT saat saya sedang sulit? Di mana Allah saat saya sedang sedih?". Hingga menyebut, "Rencana Allah pada saya telah gagal?". Akibat urusan dunia, keimanannya terganggu. Padahal, manusia hanya kurang satu doang.
Â
Manusia pada setiap ikhtiar-nya, hanya kurang satu doang.Â
Kok bisa, kuliah tapi tidak kelar-kelar. Kok bisa, bekerja puluhan tahun tapi tetap ekonominya bermasalah. Kok bisa, salahnya di diri sendiri tapi menyalahkan orang lain. Kok bisa, sudah berjuang keras tapi belum berhasil. Dan kok bisa, pegiat literasi punya rencana dan impian baik di taman bacaan tapi gagal diwujudkan hingga kini? Itu berarti ada yang salah. Tapi bilangnya belum beruntung. Ahhh sudahlah, manusia kadang banyak alasan. Jarang mau mengakui kekurangan pada dirinya.Â
Begitu pula pegiat literasi di taman bacaan. Terlalu gampang menyerah saat taman bacaannya tidak sesuai harapan. Anak-anak yang membaca sedikit. Koleksi buku pun terbatas. Lalu, menyalahkan lingkungannya dan merasa jadi korban ketidak-pedulian orang lain. Frustrasi di taman bacaan, hingga niat baiknya terganggu. Ini taman bacaan mau diteruskan atau tidak ya? Begitu dalam hatinya berpikir. Mudah putus asa. Lupa, bahwa aktivitas literasi dan kegiatan taman bacaan di mana pun tidak mudah. Butuh mentalitas yang kokoh dan keberanian yag luar biasa. Â