Bahwa untuk apa membenci, apalagi menghakimi atau menghujat. Bukankah buku hadir untuk menebar kebaikan. Bukankah taman bacaan untuk memperbaiki peradaban manusia. Maka sama sekali tidak perlu ada benci atau amarah untuk buku. Karena buku adalah realitas. Untuk menjadikan pembacanya lebih baik ke depannya.
Di zaman begini, buku-buku menegaskan hukum "duduk sama rendah berdiri sama tinggi". Buku tidak kenal harta, tidak kenal pangkat dan jabatan. Buku pun tidak peduli orang sekolahan atau rumahan. Siapa pun di depan buku, akan terduduk sama rendah, berdiri pun sama tinggi. Kamu orang kaya tapi tidak membaca buku, maka tidak ada manfaat kekayaanmu. Kamu orang pintar tapi tidak membaca buku, maka otakmu bekerja tanpa hati. Bukankah "khoirunaass anfauhum linnaass", sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.
Maka jangan membenci buku. Karena buku tidak pernah membenci orang yang membacanya atau tidak membacanya. Â Persis seperti agama pun tidak pernah membenci sesama saudara yang beragama maupun agama lainnya. Karena agama itu dijadikan amal perbuatan. Bukan alat untuk menilai dan menghakimi orang lain. Surga agama itu ada di akhlak dan amal perbuatan, bukan dari omongan.Â
 Â
Buku itu cara untuk menempuh jalan hidup yang lebih baik. Buku yang mengajarkan siapapun untuk selalu berhati-hati dalam bertindak. Buku yang mengingatkan siapapun untuk bersikap lebih manfata. Di mana pun, kapan pun, dan atas sebab apapun.
Dan yang paling penting, buku adalah sarana manusia melatih diri untuk terus memperbaiki diri dan menerima realitas. Agar kian dekat pada Allah SWT. Karena buku adalah dakwah. Jadi jangan membenci buku. Tapi perbaiki diri kamu sendiri bukan bukunya. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H