Ini bukan sinetron. Tapi kisah nyata yang dialami seorang Ibu. Belakangan ini kian melimpah berita tentang "anak menggugat ibu kandung". Jadi viral dan diperbincangkan di media sosial. Anak-anak yang menggugat ibu kandungnya. Akibat sengketa rumah atau tanah warisan. Lalu sudi menjadikan ibunya jadi pesakitan di pengadilan.Â
Anak-anak yang disusui sejak bayi, dibesarkan dengan kelembutan. Dididik dan disekolahkan setinggi-tingginya. Lalu karena keterbatasan sang ibu, anak-anak yang akhirnya berani memperkarakan ibu kandungnya sendiri. Zaman boleh maju tapi ibu sendiri justru kian dikebiri. Sekolah anak boleh tinggi tapi ibu sendiri justru kian tersakiti. Sebegitu salahkah ibu?
Anak-anak sering lupa. Mau sehebat dan sesukses apapun anak. Sudah pasti, di situ ada sentuhan kasih sayang seorang ibu. Sosok yang paling gigih memperjuangkan mimpi anak-anaknya. Ibu, sosok yang selalu membela anak-anaknya. Hingga kasih sayangnya melebihi batas langit dan bumi. Jangankan membalas jasa dan pengorbanan seorang ibu. Air mata ibu menetes saja, sepatutnya dihindari anak-anaknya. Â
Bila ada sosok yang paling kuat dan tegar di segala keadaan. Itulah ibu. Di balik kehebatan seorang anak, pasti ada "tangan dingin" seorang ibu. Ibu yang berjuang sambil merintih saat anaknya dilahirkan. Ibu pula yang selalu ikhlas menyusui di jabang bayi saat kehausan. Saat si anak menangis, Ibu selalu rela terbangun dari kantuknya di malam hari. Sekalipun letih badannya, Ibu tetap menggantikan popok si bayi. Sosok yang ikhlas dan rela melakukan apapun demi anak-anaknya. Sambil terus berdoa dan memberi restu untuk kesuksesan anaknya.
Tapi sayang hari ini. Tidak sedikit anak yang kian lupa pada ibu. Kebaikan kepada ibu hanya sebatas di media sosial. Bakti kepada ibu sebatas dunia maya. Hati besar seorang ibu kini pupus. Kata-kata bijak tentang ibu kini berpindah ke media sosia. Sosok ibu selalu dikagumi. Tapi sedikit sekali dikunjungi. Anak-anak sering lupa. Ibu itu di rumah bukan di media sosial.Â
Ibu itu di rumah, bukan di media sosial. Ibu tidak pernah bisa ber-kamuflase. Sementara media sosial hanya kamuflase, sebatas dunia maya. Hati besar ibu memang tidak seluas media sosial. Tapi hati ibu tetap apa adanya. Bukan seperti media sosial yang ada apanya. Â Nak, ibu itu di rumah bukan di medsos.
Karena medsos, ibu kandung sering dilupakan anaknya. Saat ibu kirim WA pun, anak-anak sering lambat menjawabnya. Ibu yang sering diceritakan tapi sekaligus diabaikan. Anak yang tidak lagi meminta nasihat ibu. Nasihat yang dicari di google. Punya podcast ngomongin tentang ibu. Tapi ibunya sendiri lagi kangen di rumah. Anak-anak sering lupa. Ibu itu di rumah bukan di medsos.
Katanya, ibu adalah sosok yang sangat penting dan krusial di mata anak-anaknya. Ibu pula yang merawat, membesarkan dan menjaga anaknya. Hingga si anak sesukses dan sebesar seperti sekarang. Katanya, cinta seorang ibu kepada anaknya melebihi segala sesuatu yang ada di dunia. Tapi cinta seorang anak kini hanya sebatas dunia, bukan lagi pada hati ibu.
Maka di Hari Ibu, 22 Desember ini.
Sudah sepantasnya anak menjenguk Ibu. Berkunjung ke rumah Ibu. Untuk menebar hormat dan kasih sayang anak kepada ibunya. Untuk mengobati rindu seorang ibu kepada anaknya. Agar tetap terpancar senyum  dan ridho dari raut wajah ibu. Sambil berucap terima kasih dan mohon maaf lahir batin hanya kepada Ibu.Â