Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Catatan Pegiat Literasi: Bila Orang Lain Salah, Apa Kamu Pasti Benar?

24 Oktober 2021   06:09 Diperbarui: 24 Oktober 2021   06:50 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Zaman begini, memang ngeri-ngeri sedap. Era digital, justru makin banyak orang yang gemar gibah alias ngomongin orang lain. Atau mengumbar aib orang lain. Atas dalih peduli atau apalah namanya. Mereka jadi lupa. Bahwa mereka tidak memberi makan orang lain. Bahkan tidak sedikitpun bertanggung jawab pada orang lain. Di dunia apalagi di akhirat.

Bila orang lain salah, apa kamu pasti benar?

Begitulah pertanyaan penting. Untuk kamu atau orang-orang yang "sok peduli" atau sering ber-gibah. Kaum yang gemar membicarakan orang lain. Secara tatap muka, online atau di grup WA. Apalagi ditambah embel-embel, atas nama kepedulian. Untuk kebaikan an dalih-dalih lainnya.

Kamu lupa ya. Perhatian itu bagus. Peduli itu penting. Tapi untuk hal-hal yang bersifat kebaikan. Untuk membantu kesusahan orang lain. Atau memberikan solusi atas masalah. Orang lapar itu butuh diberi makan, bukan nasihat. Begitulah perhatian dan kepedulian yang hakiki bekerja. Bukan sebaliknya, membantu tidak malah lebih banyak ngomongin. Sama sekali tidak literat.

Peduli itu bukan untuk mencari aib atau salah orang lain. Apalagi ber-gibah yang tidak berakhir. Apa tdiak ada kerjaan lain? Katanya rajin ibadah, rajin zikir dan ngaji. Tapi kok perilakunya bertolak belakang? Makin ngeri-ngeri sedap. Bila setiap hari, ada saja yang di-share hanya untuk mendapat respon dan komentar "sepaham". Bersetuju untuk kejelekan, apa ada gunanya?

Katanya, manusia tempatnya berbuat salah. Katanya tidak ada manusia yang sempurna. Bahkan katanya, dunia pun hanya sementara. Bila tahu sementara, kenapa jatah hidup dipakai untuk perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat?

Sudah jadi kodrat manusia. Bahwa siapa pun pasti punya kekurangan, pasti pula punya kelebihan. Tinggal apapun realitas-nya, setiap manusia dituntut untuk mampu mengendalikan atau menyelaraskannya. Karena apa pun yang terjadi, sudah ada dalam genggaman-Nya. Bila ikhtiar sudah, doa pun rampung maka selebihnya tinggal menerima lapang dada sesuai ketentuan-Nya. Itu sudah lebih dari cukup.

Lagi pula selagi di dunia, siapa pun pada akhirnya hanya akan menanggung dua hal saja. Satu, memperoleh kebaikan yang telah ditanamnya. Kedua, menerima keburukan yan telah ditebarkannya. Karena apapun, semua akan kembali kepada yang melakukan perbuatannya. Itu hukum Allah SWT. 

Seperti pegiat literasi di taman bacaan. Hanya tahu berbuat untuk menyediakan akses bacaan anak-anak kampung, memberantas buta huruf bahkan menyantuni anak-anak yatim dan kaum jompo. Menebar kebaikan, membantu kaum yang membutuhkan bantuan. Maka kerjakanlah yang baik, bukan sebaliknya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun