Jangan mau mengabdi di taman bacaan. Ada sebagian orang berpendapat seperti itu. Dan itu sah-sah saja. Mungkin karena tidak punya waktu, mungkin juga memang tidak punya hati. Sibuk mengejar dunia, sibuk menggapai kesuksesan dan kekayaan. Jadi, memang tidak mampu mengabdi di taman bacaan.Â
Untuk siapa pun, bila tidak mampu mengabdi untuk masyarakat. Tentu, bukan berarti pikiran dan perilakunya benar kan. Karena pengabdian, apapun bentuknya, hanya bersandar pada hati. Bukan hanya logika atau materi semata. Apalagi di tengah pengaruh gaya hidup dan gempuran digital. Pengabdian kepada masyarakat, boleh di bilang kian jauh "panggan dari api". Pengabdian sosial dianggap tidak ada manfaatnya.
Bila sepakat, seseorang dikatakan baik. Tidak hanya dilihat dari kesuksesan, kepintaran apalagi kekayaan. Banyak orang pula membenci atau memusuhi sesuatu itu karena tidak tahu atau tidak kenal. Maka pengabdian ke masyarakat pun sulit dilakukan pada orang yang tidak tahu dan tidak kenal. Lalu berkata, untuk apa mengabdi dan bersosial dai taman bacaan?
Maka bila hari ini, masih ada orang yang tidak mau mengabdi di taman bacaan. Atau bilang, jangan mengabdi di taman bacaan. Bisa jadi hidupnya hanya percaya pada logika bukan hati. Hidupnya untuk dunia semata, bukan untuk akhirat. Sehingga merasa tidak perlu memberi kontribusi nyata kepada masyarakat. Hidupnya untuk diri sendiri dan semakin tidak bermanfaat untuk orang banyak.
Jangan mau mengabdi di taman bacaan. Siapa pun yang sibuk untuk dunia namun tidak punya waktu untuk mengabdi secara sosial. Ada 5 hal yang jadi alasan, kenapa tidak mau mengabdi secara sosial?
1. Â Hidupnya gagal keluar dari zona nyaman. Seolah hidup di dunia selama-lamanya. Hingga lupa menebar kebaikan dan kemanfaat kepada orang lain.
2. Â Hidupnya egois, hanya untuk diri sendiri. Seolah tidak ada tanggung jawab sosial untuk membantu masyarakat atau orang lain yang butuh uluran tangan.
3. Â Hidupnya monoton sehingga tidak punya tempat aktualisasi diri. Hidup yang polos, dari pagi hingga malam, hanya untuk kepentingan dunia. Tanpa mau berbuat untuk masyarakat sedikitpun.
4. Â Hidupnya tidak untuk memudahkan urusan orang lain. Tapi untuk dinikmati diri sendiri.
5. Hidupnya bias, antara kebaikan dan keburukan. Niat dan omongannya baik tapi perbuatannya bisa jadi bertolak belakang.
Pengabdian sosial dianggap tidak ada manfaatnya. Karena pengabdian dilihat dari untung-rugi. Semua hal diukur dari materi, dilihat dari uang. Bahkan bila orang lain bermasalah pun dianggap bukan urusannya. Tidak peka bahkan tidak pdyuli. Itulah pengabdian yang semu.