Akibat pandemi Covid-19 yang terus berkepanjangan, anak-anak sekolah "terpaksa" harus belajar dari rumah. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang berkepanjangan akhirnya menimbulkan tekanan psikologis terhadap siswa. Apalagi siswa yang sulit adaptasi dengan teknologi, termasuk yang tidak punya akses internet dan gawai yang memadai. Alih-alih efektif, PJJ malah bikin stress siswa. Itulah fakta siswa yang terjadi di banyak daerah, seperti di kaki Gunung Salak Bogor.
Suka tidak suka, pandemi telah membuat siswa kehilangan masa-masa belajar sesungguhnya. Bahkan hubungan sosialnya pun terganggu. PJJ pun diperburuk dengan tuntutan belajar yang tinggi. Tugas pelajaran menumpuk. Namun waktu mengerjakannya sempit. Dan para siswa kehiangan waktu untuk aktualisasi diri. PJJ kian menjenuhkan dan melelahkan. Hingga psikologis tertekan lalu emosi siswa jadi tidak stabil. Padahal siswa SD, SMP, maupun SMA, sejatinya membutuhkan kontak dalam belajar atau sosialisasi yang tinggi. Agar dapat belajar mengenali lingkungan, berinteraksi, dan beradaptasi dengan teman-teman sebaya.Â
Lalu, apa yang bisa dilakukan terhadap anak-anak atau para siswa di saat pandemi?
Inilah momentum penting untuk kian "akrabkan siswa dengan buku". Saatnya mengajak anak-anak untuk lebih banyak membaca daripada bermain gawai. Saatnya menjadikan buku baca sebagai "sahabat baru" para siswa dan anak-anak di manapun. Berikan anak-anak akses untuk membaca, baik secara luring maupun daring.Â
Karena dengan buku, anak-anak dapat membaca dengan gayanya sendiri. Sambil menonton atau menikmati cemilan. Asal sambil membaca buku. Akrabkan anak dengan buku, bukan lagi soal minat baca. Tapi soal pembiasaan untuk wujudkan perilaku membaca anak. Untuk itu, diperlukan keterlibatan semua pihak. Agar perilaku membaca dapat mengimbangi gempuran era digital, di samping menjadikan gerakan literasi menjadi lebih nyata. Daripada memberikan tugas pelajaran yang membuat stres siswa lebih baik menugaskan membaca buku untuk menemukan satu karakter baik dari bacaan.
Selain membiasakan membaca buku, pandemi Covid-19 pun semestinya jadi momentum untuk memberi kemudahan akses bacaan anak-anak. Sekaligus memutus narasi tentang minat baca anak Indonesia yang rendah. Tapi sediakan akses bacaan dan membiasakan perilaku membaca seperti yang dilakukan di taman bacaan masyarakat (TBM) yang ada di kampung-kampung di seantero nusantara.
Berangkat dari realitas itulah, TBM (Taman Bacaan Masyarakat) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor berkomitmen kuat untuk mengakrabkan anak-anak dengan buku bacaan. Demi tegaknya perilaku membaca anak-anak usia sekolah. Tentu, dengan menerapkan protokol kesehatan. Memakai masker dan menjaga jarak. Bahkan di taman bacaan ini, membaca buku dikemas dengan asyik dan menyenangkan. Membaca di kebun baca, di sungai, sambil bermain angklung. Tiap minggu pun ada laboratorium baca, di samping tersedia jajanan kampung gratis. Spiritnya sederhana, akrabkan anak-anak dengan buku bacaan.
Alhasil, kini TBM Lentera Pustaka memiliki 160-an anak pembaca aktif yang tadinya hanya dihuni 60 anak di akhir tahun 2020 lalu. Dengan jam baca 3 kali seminggu dan koleksi lebih dari 6.000 buku, TBM Lentera Pustaka menegaskan komitmennya untuk mendekatkan anak-anak dengan buku bacana di tengah gempuran gim online dan main yang tidak produktif. Berbekal motto #BacaBukanMaen, kini TBM Lentera Pustaka sudah jadi "tempat membaca sambil bermain" anak-anak dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya).
Bahkan lebih dari itu, TBM Lentera Pustaka pun kini telah menjadi sentra pemberdayaan masyarakat. Karena program-program lain pun dijalankan di taman bacaan, seperti GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) yang diikuti 9 warga belajar buta huruf, KEPRA (Kelas PRAsekolah) yang diikuti 25 anak usia PAUD, YABI (YAtim BInaan) yang menyantuni 16 anak yatim, JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo, dan KOPERASI LENTERA dengan 25 ibu-ibu sebagai koperasi simpan pinjam untuk mengatasi soal rentenir dan utang berbunga tinggi, dan TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel yang ada.
Akrabkan anak dengan buku adalah pekerjaan membangun peradaban. Tidak mungkin hasilnya dirasakan dalam waktu singkat. Butuh proses panjang dan waktu. Maka perilaku membaca dan gerakan literasi harus punya energi cukup. Butuh komitmen dan konsistensi dalam mengajak anak-anak membaca buku. Sekaligus menyeimbangkan kegiatan membaca dan bermain. Karena sejatinya, membaca buku adalah "pekerjaan besar" untuk mengubah cara pandang anak-anak tentang realitas kehidupan sambil mempersiapkan masa depannya sendiri dengan optimis. Salam literasi #TamanBacaan #GerakanLiterasi #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka