Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tangis Bu Tejo yang Buta Huruf, Bukti Tidak Ada Ilmu Tanpa Diamalkan

25 Agustus 2021   08:16 Diperbarui: 25 Agustus 2021   08:32 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Tangis Bu Tejo pun pecah. Air matanya mengalir Sebagai tanda syukur. Saat ia pada akhirnya bisa membaca dan menulis, Setelah belajar di GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. 

Maklum puluhan tahun Bu Tejo buta huruf.  Tidak ada yang mau mengajari. Tidak peduli pada dirinya sebagai kaum dari kalangan miskin. Kini setelah dua tahun lebih belajar baca-tulis. Bu Tejo pun terbebas dari belenggu buta huruf.

Bu Tejo yang buta huruf. Mungkin hanya potret sebagian kecil kaum buta huruf yang ada di bumi Indonesia. Tapi semangat untuk belajar dan motivasi untuk bisa baca-tulis telah mematahkan rasa frustrasi yang dimilikinya. Ia hanya ingin bisa tulis. 

Tidak lebih dari itu. Agar lebih bermartabat di mata anaknya. Bukan di mata orang lain. Bu Tejo hanya tahu, belajar itu perbuatan baik. Maka ia pelihara semangat untuk tetap belajar.(Simak Tonigh Show NET TV: https://www.youtube.com/watch?v=kDG0kGBSK3I)

Mungkin bagi Bu Tejo, belajar baca tulis pun hanya mengisi waktu luang. Sebagai ibu rumah tangga sekaligus bekerja sebagai pembantu yang hanya masuk kerja 3 kali seminggu. Dengan belajar pun, Bu Tejo terhindar dari perilaku senang menggunjing atau gibah. Terhindar dari ngobrol hal-hal yang tidak ada manfaatnya. 

Karena sebagai orang kampung, Bu Tejo yakin tidak ada orang yang punya sifat dan karakternya. Tapi karena punya waktu luang itulah jadi sebab menggunjing. Prinsip Bu Tejo sederhana. Sibukkan diri untuk belajar dan berbuat baik. Agar tidak ada waktu untuk yang sia-sia.

Maka tuntutlah ilmu hingga ke negeri cina, begitu kata pepatah populer. Bu Tejo pun telah menjalankannya. Karena ajaran agama pun menegaskan tiap manusia untuk selalu menuntut ilmu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Ada pesan penting di situ, siapa pun harus selalu belajar dan orang berilmu pun harus mengajarkan.

Tidak ada ILMU tanpa diamalkan. Maka siapapun yang merasa ber-ilmu harus mengamalkan ilmunya. Karena bila tidak akan membahayakan dirinya. Mencari ilmu memang wajib. Tapi megamalkan ilmu yang dimiliki lebih wajib. Karena ilmu bukan hanya untuk menambah pengetahuan. 

Apalagi memenuhi nafsu dunia lalu sibuk mementingkan diri sendiri. Sangat keliru bila mengira ilmu tanpa amal akan bisa menyelamatkan dan mendatangkan kebahagiaan. Siapa bilang ilmu itu tidak butuh diamalkan? Sangat keliru pendapat itu. 

Orang memiliki ilmu. Diperintahkan untuk mengamalkan ilmunya dalam kehidupan nyata. Mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, "Manusia yang paling berat mendapatkan siksa di hari kiamat, yaitu orang yang mempunyai ilmu, namun tidak memberi manfaat atas ilmunya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun