Anggap saja, seorang pedagang ikan. Jualan di pasar. Agar dapat menarik pembeli, ia memasang papan bertuliskan "DI SINI DIJUAL IKAN".
Tidak lama datang orang yang lewat lalu bilang, "Kok pakai kata DI SINI? Kan memang dagangnya di sini, bukan di sana". Lalu, si pedagang ikan berpikir benar juga. Akhirnya dihapus kata "di sini"". Jadi tinggal, DIJUAL IKAN.
Beberapa saat kemudian datang calon pembeli kedua. Sambil menanyakan "Mengapa ditulis kata JUAL? Kan semua orang udah tahu kalau ikan ini dijual. Bukan dipamerkan atau dibagikan?". Maka si pedagang ikan pun membenarkan. Akhirnya, kata JUAL pun dihapus. Hanya tersisa tulisan "IKAN".
Sesaat kemudian pun datanglah calon pembeli ketiga. Dan menanyakan pula, "Mengapa ditulis kata IKAN? Kan Kan semua orang udah tau kalau ini ikan. Bukan daging atau sayur". Lagi-lagi, si pedagang pun mengangguk. Maka diturunkannya papan tulisan itu. Akhirnya ia berdagang tanpa memasang papan tulisan. Kosong melompong, hingga tidak ada yang tahu lagi. Akhirnya, si pedagang pun ragu-ragu. Karena sehari-hari dagangannya tidak ada yang beli. Bahkan tidak tahu, apa yang ia jual?
Begitulah kehidupan nyata sehari-hari.
Di sekitar kita, selalu ada orang-orang yang selalu berkomentar. Apapun yang dilihat, selalu diomongin. Bahkan sering menyesatkan. Bikin orang lain patah semangat, bahkan tidak berdaya. Seperti nasib si pedagang ikan.
Apa artinya?
Tidak semua komentar harus ditanggapi. Bila perlu tidak usah digubris. Karena komentar orang lain justru "membunuh" niat dan ikhtiar baik yang mau dilakukan. Hingga akhirnya, kita tidak akan mendapatkan apa pun. Bila menggubris atau selalu mengikuti komentar orang.
MAKA SIAPA PUN, TETAPLAH FOKUS PADA TUJUAN.
Tidak usah dengarkan komentar orang, ocehan orang-orang tidak jelas. Jangan banyak tengok kiri tengok kanan. Karena selain bikin pusing, komentar orang lain itu tidak ada manfaatnya.Â