Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ya Allah Jadinya Begini, Kenapa Aku Suka yang Besar tapi Lupa yang Kecil?

9 Juli 2021   08:58 Diperbarui: 9 Juli 2021   09:01 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Tak bisa dipungkiri, banyak orang hari ini lebih suka dengan hal-hal yang dianggapnya "besar". Sesuatu yang dirasa "besar" dalam hidupnya. Ingin kaya, pengen punya pangkat, nafsu biar tenar, punya gaya hidup, dan dianggap keren. Entah gimana caranya, pokoknya biar dibilang "besar". Agar dianggap terhormat, karena punya yang "besar-besar".

Tapi sayang, di saat yang sama. Mereka abai terhadap hal-hal kecil. Lalai terhadap nikmat dan anugerah Allah SWT yang dianggapnya "kecil". Udara yang masih bisa dihirup, masih enak makan, masih nyenyak tidur dirasa kecil. Bahkan bersyukuru dan berbuat baik kepada orang lain sudah dilupakan. Dianggap kecil karena terlalu biasa. Hal kecil yang bermanfaat tapi tidak terlihat banyak orang. Begitulah adanya.

Kita sering lupa. Pandemi Covid-19 yang kian mengganas dan bikin semua orang "dibatasi" itu awalnya dari hal kecil. Cuma virus yang kecil banget dan tidak terdeteksi bentuknya. Jutaan orang terpapar dan ribuan orang meninggal dunia, itu bermula dari hal yang dianggap kecil. Makanya disuruh pakai masker, cuci tangan, menjaga jarak pun soal kecil, yang dulu tidak digubris banyak orang. Maka hal besar itu dimulai dari yang kecil.

Lalu kenapa, hal yang terasa 'kecil' terlalu mudah diabaikan?

Mungkin, karena hal-hal kecil dianggap tidak penting. Kecil dan tidak berkontribusi terhadap kesuksesan hidup. Tidak bikin kaya, tidak bikin populer. Bahkan jarang dilihat orang. Maka pantas, perkara kecil kian ditinggalkan banyak orang. Karena semuanya memburu hal-hal yang dianggap "besar", lalu jauhi perkara yang kecili dan sederhana.

Jadi, pilih yang "kecil" atau yang "besar".

Kecil dan besar itu memang dua kutub yang berlawanan. Tergantung orientasi hidupnya apa? Tergantung pikiran an perasaannya. Apa yang mau dituju, hanya mereka yang tahu. Tapi harus diakui, perkara kecil dan sederhana memang kian dijauhi orang. Makin lupa, bahwa apapun yang besar itu dimulai dari perkara yang kecil. 

Mulailah dari hal-hal yang dianggap kecil. Pedulilah pada perkara kecil.

Mungkin hal kecil dianggap mudah. Tidak jarang pula hal-hal kecil dianggap tidak ada artinya. Karena selama ini, hidup hanya dilihat dari "untung-rugi". Hidup itu bukan hanya soal harta, pangkat, jabatan, popularitas, atau status sosial. Tapi hidup itu soal seberapa manfaat, seberapa berkah. Atas apa yang dilakukan dan yang dimiliki?

Mungkin ini semua dianggap perkara "kecil". Banyak membaca, selalu disiplin terhadap protokol kesehatan, tulislah hal yang positif di media sosial, tersenyum, berbuat baik, dan bersyukur. Sekalipun dianggap kecil, perilaku itu semua bisa berdampak besar. Hal kecil yang bermanfaat sebagai investasi besar di masa depan. Jadi, mulai saja dari hal-hal yang dianggap kecil. Sederhana tapi bermakna. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun