Di era begini, bisa jadi hidup kian sulit diterka. Hidup yang lurus atau bengkok? Atau kawan saya bilang "ada yang lurus dianggap bengkok dan ada yang bengkok dianggap lurus". Maklum, katanya ini era digital atau era media sosial, apa saja bisa dilakukan.
In Memoriam ke-2, almarhum A. Lotang Yunus (ALY) sang prajurit teladan kali ini, saya menulis tentang "selamat jalan pensiunan tentara yang lurus". Sosok yang lurus dalam pekerjaan, lurus di keluarga, lurus di lingkungan bahkan lurus dalam urusan kepada Allah SWT. Dan kelurusan itu terlihat jelas di mata saya sebagai anak yang telah menemani beliau selama 51 tahun terakhir.
Adalah A. Lotang Yunus, anak yatim piatu kelahiran 11 April 1945 asal Bengo Maros Sulsel pun akhirnya berkelana ke Jakarta. Dan pada 8 Juni 2021 pukul 15.16 WIB telah pergi untuk selamanya di usia 76 tahun. Sosok pensiunan tentara yang patut jadi teladan dan panutan. Seorang yang dikenal lurus dalam hidupnya. Sekalipun beban hidup yang menderanya sejak muda hingga memiliki 4 anak (Syarif, Leha, Udin, Andri). Tetap lurus walau hidup dalam keterbatasan, moral yang tidak mudah diimplementasikan di masa kini.
Saya menuliskan ini sebagai bentuk penghormatan seorang anak kepada bapaknya. Di samping menjadi hikmah sekaligus kenangan bagi anak-anaknya, cucu-cicitnya dan pembaca. Sebuah tradisi baru dalam kedukaan. Bukan hanya selalu berdoa tapi juga mau menuliskan "hikmah kematian" untuk dirinya sendiri atau keluarganya.
Ambo Lotang Yunus (ALY), selamat jalan pensiunan tentara yang lurus.
Judul ini dibuat bukantanpa alasan. Karena hidup yang lurus sangat penting untuk semua orang. Lurus bisa diartikan baik, lurus bisa juga disebut tidak menyimpang. Apalagi tetap lurus dalam hidup yang kekurangan, tetap lurus dalam keterbatasan. Lalu, seberapa lurus pensiunan tentara bernama A. Lotang Yunus. Sungguh, ada beberapa alasan yang pantas dibagi tentang sosok pensiunan tentara yang lurus:
1. Lurus dalam pekerjaan. Sebagai tentara berpangkat peltu, ALY jadi bukti prajurit yang lurus. Tidak neko-neko, menerima apa adanya. Sekalipun gajinya kecil dan uang lauk pauk pun masih Rp. 40.000 per bulan. Maka seusai kerja jadi tentara Kostrad di Gambir, dia sudi berjalan kaki untuk menjadi security di perusahaan swasta. Sekadar menambah penghasilan untuk membiayai istri dan 4 anaknya. Dia hanya tahu bekerja keras dan mengabdi kepada bangsa dan negara. Menjalankan pekerjaan sebaik mungkin sebagai wujud syukur "anak perantau".
2. Lurus di keluarga. Sebagai kepala keluarga, ALY sangat mencintai istri dan 4 anaknya walau hidupnya prihatin. Dia sangat melindungi dan mengayomi keluarganya. Suami yang tanggung jawab dan ayah yang melindungi anak-anaknya. Sosok yang tegas (bukan keras) di keluarga tapi tetap humoris. Karena beliau senang bercerita pengalaman dan kisah hidupnya kepada anak-anaknya. Saya dan adik-adik merasakan, ALY adalah ayah yang membesarkan anaknya dengan pengalaman pribadinya sebagai pelajaran hidup.
3. Lurus di lingkungan. Sebagai warga masyarakat, dia punya komitmen yang tinggi. Pernah jadi bendahara RT, pernah jadi Pembina keamanan lingkungan. Bahkan aktif di berbagai pertemuan warga dan mengambil peran untuk menyelesaikan masalah sosial. Bahkan di keluarga besar pun, ALY sering jadi "pembaca doa" dengan tata cara yang diyakininya.
4. Lurus dalam urusan kepada Allah SWT. Sebagai hamba Allah SWT, ALY sangat kental menjalankan agaman dan mengajari anak-anaknya. Semua anaknya diajari "mengaji tradisional" oleh dia sendiri sepulang kerja. Memukul jari tangan dengan kayu kecil bila salah baca saat mengaji jadi budaya di rumahnya. Allah SWT adalah modal hidupnya sejak muda, dewasa dan hingga akhir hidupnya.
Hidup dengan lurus, tentu bukan milik penisunan tentara. Tapi milik dan harus dilakukan semua orang. Lurus untuk tetap menjadi orang baik dan menebar kebaikan. Hidup lurus, boleh dibilang "karakter langka di masa kini".
Bapak, begitu saya memanggilnya. Ia jadi sosok penting bagi saya dan adik-adik. Saat menghembuskan nafas terakhir, air mata terus-menerus bercucuran. Bukan karena tidak ikhlas. Tapi karena "kepergiannya" begitu mudah, sama sekali tidak terduga. Sedang tiduran di kursi tamu lalu meninggal dunia. Semoga Bapak ALY husnul khotimah, duterima alam ibadahnya dan diampuni segala dosa dan salahnya, amiin. ALY hidup dengan lurus, walau bukan ustaz atau kyai. Dia hanya pensiunan tentara dan sosok ayah yang luar biasa.
Â
Selamat jalan Bapak. Kami ikhlas melepas bapak pergi.Â
Dari terurai kaku di ruang tamu rumah, dingajikan, dimandikan, dikafani, dibopong ke masjid dan ke kubur, disholatkan dengan jemaah banyak dan diimami anak sulungnya, hingga dikuburkan di satu liang lahat dengan istrinya, almarhumah Ibunda Tati Raenawaty. Jasad pensiunan tentara yang lurus dan paripurna di akhir hanyatnya. Karena dia selalu bilang, saya ingin mati di rumah ini dan dikubur dekat istri saya ...". Kata-kata itu yang selalu diulang beliau semasa hidup.
Selamat jalan pensiunan tentara yang lurus. Semua itu karena cinta dan kebaikan yang ditebarkan. Hanya hidup lurus yang membimbing kita dengan jalannya menuju surga. Dan itu, saya belajar banyak dari sosok Ambo Lotang Yunus, sang prajurit teladan. Selamat jalan Bapak ... #InMemoriamLotangYunus #AmboLotangYunus #PenisunTentaraLurus #SangPrajuritTeladan #SelamatJalanPakLotang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H