Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Literasi Celotehan, Bukan Beres Malah Semrawut

4 Mei 2021   09:45 Diperbarui: 4 Mei 2021   10:44 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Pekerjaan paling mudah di era sekarang. Bisa jadi namanya "celotehan".

Iya celoteh atau ngoceh. Yaitu obrolan atau percakapan yang tidak keruan. Apa saja diomongin, siapa saja dikomentarin. Alhasil, topik apap pun bukan jadi lebih baik malah jadi semrawut. Celoteh, persis seperti percakapan anak kecil.

Memang sudah eranya, apalagi ramainya media sosial. Identik dengan celotehan. Banyak orang berebut celoteh alias ocehan. Di era celotahan, apa saja yang dilakukan orang lain dianggap salah. Ustaz nikah lagi salah. Istri-nya Sule minggat dari rumah, kepo. Vaksin Covid-19 sebagai ikhtiar sehat pun dituding tidak mujarab. Banjir celotehan.

Literasi celotehan. Bikin banyak orang lupa diri. Semua yang dilakukan orang lain salah. Hanya pikiran dia yang benar, sekalipun tanpa eksekusi tanpa perbuatan, Semua sebatas celotehan.

Kaum celotehan sering alpa. Bahwa tidak ada perbuatan baik yang lahir dari celotehan, Tida ada pula masalah yang bisa kelar melalui ocehan. Apapun masalahnya, apapun soalnya harus dikerjakan, diperbaiki. Dicarikan solusinya, bukan dibikin jadi tidak keruan akibat melimpahnya celotehan.

Berceloteh. Padahal cuma ranting mengaku akar. Hanya berposisi di bagian ujung tapi mengaku pangkal. Hanya murid bertindak seperti guru. Padahal "kenek" tapi mengaku "mandor". Sekadar penonton mengaku pemain. Bahkan hanya "tahu sedikit tentang banyak hal" mengaku "tahu banyak tentang satu hal". Terlalu banyak celoteh. Pantas kian semrawut. 

Agak disayangkan. Bila banyak celoteh. Memori "pikirannya" begitu besar. Tapi diisi degan file-file yang kecil. Anugerah "jiwanya" begitu luas. Tapi dirasuki pikiran yang sempit.  Gemar berceloteh. Sibuk tidak keruan untuk hal-hal yang tidak penting. Tidak produktif, tidak solutif hingga akhirnya capek sendiri.

Ceotehan atau ocehan. Ibarat komputer, mereknya boleh canggih. Tapi memorinya dipakai untuk file-file yang tidak berguna. Isinya file tidak bermanfaat. Kapasitasnya habis untuk "menyimpan" hal-hal kecil yang tidak penting. Setelah itu, teriak kehabisan ruang. Sehingga tidak bisa lagi nampung hal-hal penting. Sibuk tidak keruan. Ketika file penting "dikalahkan" file tidak penting.

Literasi celotehan hanya mengingatkan. Agar siapa pun tidak lupa. Untuk apa kita merasa terganggu terganggu dengan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak akan berakibat apa-apa pula bila diabaikan? Ayu Ting Ting mau nikah mau tidak, tentu tidak ada dampaknya. Ustaz mau nikah lagi pun silakan, bukan urusan kita. 

Jadi, kurangi ceotehan. Lebih baik perbanyak perbuatan.

Karena memang, tidak ada perbuatan baik bila tidak dilakukan. Siapa pun yang mau meraih surga, maka dia harus mengerjakannya sendiri. Tidak bisa surga diraih oleh kata-kata bijak. Atau hanya direnungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun