Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kampanye Literasi, Jangan Menilai Buku dari Sampulnya

17 Maret 2021   06:20 Diperbarui: 17 Maret 2021   06:24 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Jangan menilai buku dari sampulnya". Begitu kalimat kiasan yang populer.

Secara sederhana, dapat diartikan jangan menilai bobot atau nilai dari suatu hal dari penampilan luarnya saja. Tampak lahir belum tentu sama dengan tampak batin. Bungkus seseorang tidak selalu sama dengan isinya. Maka, buku harus dibaca isinya. Jangan hanya terpaku sebatas sampulnya atau cover-nya.

Ada makna tersirat dari kalimat kiasan itu, Seseorag yang terlihat biasa-biasa saja, penampilannya apa adanya. Sering disepelekan banyak orang. Disangka bodoh. Padahal, ilmunya berlimpah dan wawasannya sangat luas. Sementara ada orang yang teriakannya kencang, omongnya banyak. Ternyata, itu hanya bungkus yang menutupi kebodohannya, keburukannya. Dalam pergaulan, bisa disebut orang yang "di depan lain, di belakang lain". Mungkin, ada banyak orang yang bungkusnya berbeda dengan isinya.  

Jangan menilai buku dari sampulnya. Bisa diartikan untuk berhati-hati dengan apa dan siapa saja. Tetap mawas diri pada setiap keadaan. Karena zaman now, memang sulit menebak "mana kawan mana lawan". Karena berbeda, antara bungkus dan isinya. Lahir yang  tidak sama dengan batin.

Seperti di taman bacaan. Untuk menjalankannya tidak cukup hanya niat baik. Tapi butuh komitmen dan konsistensi untuk mengelolanya. Agar tidak mati suri. Taman bacaan tidak cukup anak-anak yang banyak. Tapi buku hanya sedikit. Atau sebaliknya, buku banyak tapi anak yang membaca sedikit. Maka di mana pun, taman bacaan harus kreatif dan menarik. Tentu dengan cara dan kebisaannya masing-masing. Agar bungkus dan isi di taman bacaan tetap sama.

Jangan menilai buku dari sampulnya. Maka setiap buku yang dibaca harusnya menjadikan pembacanya lebih baik. Buku yang mampu menjadikan pribadi-pribadi lebih bijak, lebih mampu memahami realitas. Bila kamu benar, maka tidak perlu marah. Bila kamu salah maka wahib minta maaf. Bila kamu kuat, maka jangan bikin orang lain lemah. Bila kamu lemah, maka tidak perlu takut. Karena apa pun yang ada pada kamu. Akan pudar oleh waktu.

Jangan menilai buku dari sampulnya. Maka untuk menjadi lebih baik. Terkadang kita harus berhenti mendengarkan orang lain. Dan harus lebih peduli untuk mendengar apa yang disuarakan oleh hati nurani. Agar bungkus sama dengan isinya. Salam literasi #KampanyeLiterasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun