Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jadi Sekolah Gimana, Belajar Jarak Jauh atau Tatap Muka?

2 Januari 2021   20:01 Diperbarui: 2 Januari 2021   20:02 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Memang, pemerintah telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah pada semester 2/Januari 2021. Namun realitasnya, angka penularan Covid-19 terus merebak dan masih tinggi di berbagai daerah. Jadi, sekolah harus bagaimana? Aktivitas belajar mengajar masih PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) atau PTM (Pembelajaran Tatap Muka)?

Dunia Pendidikan bak dihadapkan "buah simalakama". Satu sisi, bila menerapkan kebijakan pemerintah maka aktivitas belajar mengajar di sekolah dapat dilakukan secara tatap muka (PTM), sekalipun dengan protokol kesehatan yang ketat. Tapi saat itu pula, sekolah bisa jadi klaster baru penularan Covid-19. Siswa dan guru bisa jadi terpapar Covid-19. Namun di sisi lain, kegiatan belajar di rumah yang berkepanjangan pun telah membuat siswa jenuh dan bisa berdampak secara psikologis secara permanen. Apalagi format PJJ pun masih "jauh panggang dari apa". Belajar dari rumah memang tidak efektif.

Lalu, apa yang harus dilakukan sekolah? Tetap PJJ atau tatap muka?

Pihak sekolah atau pemerintah harus memahami. Bahwa aktivitas belajar mengajar tatap muka/PTM, bila mau di Januari 2021 ini, tentu harus mematuhi ketentuan yang wajib dilakukan sekolah. Selain hak siswa untuk belajar, sekolah juga harus mempertimbangkan hak sehat siswa. Maka tidak mudah bagi sekolah untuk menggelar pembelajaran tatap muka di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Sejatinya, untuk menghindari kebingungan sekolah dan orang tua. Konkretnya, sekolah tatap muka (PTM) sebaiknya tidak dilakukan. Karena faktanya, wabah Covid-19 masih terus meningkat, vaksin belum tersedia untuk massal, dan menghindari klaster baru penularan Covid-19. Mau tidak mau, sekolah tetap menjalankan PJJ, bukan PTM.

Bahkan untuk daerah di zona hijau sekalipun, PTM sebaiknay ditiadakan. Apakagi bila pihak sekolah tidak siap atau setengah hati menjalankannya. Apakah sekolah siap penerapan protocol Kesehatan? Beum lagi soal tes swab, infrastruktur kesehatan sekolah, dan izin dari orang tua, Sungguh, PTM terlalu risiko dan sulit untuk dikendalikan. Agar tidak ada spekulasi, sekali lagi sebaiknya PTM ditiadakan untuk semester 2 tahun ajaran 2020/2021. Secara realistis pun ada daerah-daerah yang memang sulit melakukan pembelajaran tatap muka.

Survei Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada Desember 2020 lalu menyebut 49% guru setuju sekolah tatap muka pada Januari 2021 dan 45% guru menolak, sisanya ragu-ragu. Realitas itu dapat ditafsirkan guru pun tidak sepenuhnya siap menggelar PTM. Oleh karena itu, Kemdikbud RI melalui sekolah dan guru seharusnya mencarikan jalan keluar atas problematika PJJ yang ada selama pandemic Covid-19. Beberapa problem yang perlu dicarikan solusi dari PJJ antara lain: 1) kreativitas guru untuk mengusir kejenuhan PJJ, 2) materoi pelajaran yang lebih disederhanakan dengan penyajian yang menarik, lebih ke studi kasus, 3) menyediakan akses perangkat belajar daring untuk siswa, termasuk kemudahan akses internet.

Harus diakui semua pihak, pandemi Covid-19 menjadi sebab kegiatan belajar mengajar memang tidak dapat berjalan secara normal. Oleh karena itu, dunia Pendidikan perlu ada  terobosan dalam upaya transformasi nilai-nilai pendidikan yang tidak semata-mata berbasis mata pelajaran. Covid-19 seharusnya bisa dijadikan momen proses pendidikan lebih bertumpu pada penguatan karakter siswa khususnya melalui kegiatan belajar daring yang lebih variatif.

Patut disepakati, selain hak belajar siswa menjadi acuan. Pendidikan pun harus mampu menjunjung tinggi hak sehat dan keselamatan siswa. Maka apapun argumentasinya, hak sehat dan keselamatan siswa harus jadi prioritas di masa pandemi Covid-19. Siswa dan guru harus sehat dan terbebas dari penularan Covid-19 sama sekali tidak bisa dibantah.

Di saat yang sama pula, Kemdikbud RI melalui Mas Nadiem dengan konsep "Merdeka Belajar"-nya harus segera membenahi dan mervitalisasi sistem pendidikan Indonesia yang sudah terlanjur beku dan gagal mengantisipasi dinamika peradaban manusia. Pendidikan hari ini seakan "hidup di zaman baru dengan cara lama". Maka banyak hal yang perlu dibenahi. Beberapa masukan penting untuk pendidikan Indonesia hari ini, antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun