Tradisi baca kian berat di era digital. Bercermin dari jepang yang masyarakatnya senang membaca. Sementara di Indonesia malah gemar ngobrol. Tau main gawai. Sebuah kebiasaan yang harus di-ekspose. Agar banyak orang peduli akan pentingnya tradisi baca dan gerakan literasi, khususnya di kalangan anak-anak kita. Â Karena itulah, saat berada di mana pun atau berkunjung ke mana pun. Selalu ada pelajaran yang saya petik. Tujuannya, untuk menjadikan diri lebih baik. Agar lebih literat. Lebih paham tentang realitas. Bahwa hidup itu nyata dan apapun bisa terjadi.
Di Jepang. Negara yang berteknologi canggih itu benar-benar gila. Gadget segala merek ada di sana. Tapi hebatnya, orang-orang Jepang "tidak gila" gadget. Di kereta, saat perjalanan mereka lebih senang membaca. Bukan ngobrol yang tidak ada guna. Saking cintanya dengan membaca, orang Jepang yang saya lihat lebih suka menghabiskan waktu luang mereka dengan membaca. Atau melakukan yang produktif, yang bermanfaat. Membaca sudah jadi kebiasaan warga Jepang di manapun.
Dalam buku "The Japanese Smile" karya Lafcadio Hearn, orang Inggris yang jadi warganegara Jepang disebut orang Jepang punya tradisi "membungkuk" dan memberi hormat sambil tersenyum kepada siapapun. Itu yang disebut tradisi "Ojigi" (membungkuk). Tradisi yang diajarkan sejak usia balita dan selalu dilakukan orang Jepang. Seperti buku, yang selalu dibaca dari awal hingga akhir. Sebuah budaya yang tuntas.
Ohh ya urusan media sosial lain lagi. Orang Jepang pun punya media sosial. Tapi mereka tidak aktif. Karena orang Jepang sangat menjadi privasinya di dunia maya. Mereka tidak suka berkeluh kesah di medsos, tidak suka menebar perasaan. Medsos hanya dipakai untuk yang ada manfaatnya untuk orang lain. Beda dengan orang Indonesia yang menganggap dunia maya atau meddos itu bebas dan semaunya saja. Wajar banyak hoaks, ujaran kebencian, bahkan menebar konten yang tidak manfaat.
Tradisi baca dan budaya literasi orang Jepang memang patut ditiru. Karena buku adalah pedoman hidup mereka. Selain karena sejarah bangsa, buku-buku bacaan telah menjadikan mereka jadi orang yang bekerja keras, ulet, disiplin, loyal, konsisten, jujur, dan mengutamakan kerjasama. Buku pula yang mengajarkan sopan-santun dan ketertiban. Intinya, orang Jepang selalu belajar setiap hari untuk jadi lebih baik. Tidak pernah berhenti, selalu belajar dan membaca. Agar jadi lebih baik.
 Makanya, orang Jepang sangat menghargai proses, bukan hanya hasil. Tidak ada kebaikan atau kesuksesan yang instan. Mereka sudah biasa berhadapan dengan pujian atau hinaan. Bahkan rintangan dan tantangan adalah "makanan" keseharian mereka. Itulah proses yang harus dijalani dalam hidup. Apapun bisa terjadi.Â
 Seperti di taman bacaan pun, apapun bisa terjadi. Sulit mendapatkan anak-anak yang membaca. Susah mendapat doansi buku bacaan. Bahkan tidak adanya dana operasional untuk menjalankan taman bacaan. Maka siapapun yang mengelola taman bacaan, memang harus siap dan berani menjalani proses.Â
Selain bersifat sosial, taman bacaan harus berhadapan dengan ketidak-pedulian banyak orang. Maka proses di taman bacaan sangat penting. Karena tidak ada taman bacaan yang eksis dan bermanfaat buat orang banyak tanpa proses. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.
 Di Jepang pula, bisa jadi akibat bacaan. Kta tidak akan melihat orang yang menyelak antrean sekalipun antreannya panjang. Mereka akan datang lebih awal jika memang ingin lebih cepat dan bisa duluan. Dan yang penting, mereka tidak suka ngobrol. Tapi lebih gemar membaca.
Akhirnya, di negeri ini banyak orang "No Action Talk Only", di Jepang mereka "Talk Less Do More". Ambillah hikmahnya.... Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BudayaLiterasi