Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Anak-anak Kaki Gunung Salak Membaca di Senja Hari

9 Desember 2020   17:05 Diperbarui: 9 Desember 2020   17:12 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Selain Jumat dan Minggu, setiap hari Rabu senja, anak-anak TBM Lentera Pustaka membaca. Atau biasa disebut "jam baca" mulai pukul 15.00-17.30 WIB. Ada sekitar 70 anak yang terbiasa membaca buku 3 kali seminggu di taman bacaan di Kaki Gunung Salak Bogor ini. Mereka berasal dari 3 desa (Sukaluyu-Tamansari-Sinarwangi). 

Maka sebagian anak, butuh waktu sekitar 20-30 menit berjalan kaki menuju taman bacaan. Atau diantar oleh orang tua mereka. Apalagi di musim hujan seperti sekarang, membaca di TBM Lentera Pustaka bisa jadi sebuah perjuangan. Maklum sudah seminggu ini di daerah ini hujan terus walau tidak lebat.

Anak-anak di Kaki Gunung Salak yang membaca di senja hari. Sebuah pemandangan yang sulit lagi ditemukan di era digital. 

Sementara banyak anak menyerbu gawai, bermain game online atau menonton TV. Anak-anak ini masih mampu berkutat dengan buku bacaan. Sekalipun ditemani senja, atau kadang mendung.

Anak-anak yang sebelumnya tidak punya akses bacaan itu, kini sudah terbiasa membaca. Apa adanya dan tetap rajin ke taman bacaan. Persis, seperti senja yang selalu menerima langit apa adanya.

Harus diakui, tradisi membaca anak memang kian langka. Panorama anak-anak yang sedang membaca buku pun kian sulit ditemui. Apalagi di tempat-tempat umum. 

Anak-anak era digital lebih gemar bermain gawai atau bermain game online. Tidak salah sih, tapi kurang seimbang bila tidak membaca. Maka patut diduga, itulah sebab "perginya" minat baca anak-anak di Indonesia.

Maka jangan lengah. Orang dewasa tidak boleh lalai. Taman bacaan pun harus terus berjuang. Agar mampu mengembalikan anak-anak Indonesia untuk membaca buku. 

Karena membaca buku, bukan hanya menambah pengetahuan dan wawasan mereka. Tapi mampu menyelamatkan masa depan mereka untuk menjadi lebih baik. Anak-anak yang tidak tergilas zaman. Sehingga mampu "bertahan hidup" di zamannya nanti.

Kenapa anak-anak harus membaca buku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun