Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Ayah, 52% Ayah Suka Main Gawai daripada Main Sama Anaknya

12 November 2020   07:45 Diperbarui: 12 November 2020   07:51 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Tribunnews.com

"Selamat Hari Ayah, Pak. Bagi tips jadi seorang ayah dong, Pak?" Begitu teks percakapan seoarang ayah muda kepada saya pagi ini. Saya pun menjawab, terima kasih.

Tentang tips menjadi seorang ayah, saya tidak menjawabnya. Karena semua ayah, pasti punya tips sendiri dalam menjalani predikat sebagai "ayah". Ayah bukan gelar, bukan pula kasta. 

Tapi ayah adalah tanggung jawab, ayah adalah amanah. Siapapun yang menjadi ayah. Pasti melekkat pada dirinya tanggung jawab dan amanah secara bersamaan.

 Tanpa perlu ada diskusi tentang ayah ideal atau tidak ideal. Apalagi ayah idaman dan tidak idaman. Ayah itu proses. Dan setiap ayah punya ceritanya sendiri. Tanpa bisa dibandingkan atau digeneralisasi.

Ayah saya kini 75 tahun. Dulu, ia seorang tantara bintara yang berjuang mati-matian untuk menghidupi istri dan empat anaknya. Sepulang kerja, ia berangkat lagi untuk "jaga malam" di suatu perusahaan. 

Begitu setiap harinya, tiap malam tidak tidur di rumah. Hingga pensiun di tahun 2000-an pun masih begitu. Mencari uang tambahan di luar gaji. Itu semua dilakukan karena tanggung jawab ayah.

Lalu, sejak tahun 1997, ibu saya pun terserang stroke. Sejak itu pula, ayah saya mulai merawat ibu saya di rumah sambil menikmati masa pensiunnya. Tentu dengan bantuan anak-anaknya. 

Singkat kata, hingga ibu saya meninggal dunia tahun 2017 pun, ayah sayalah yang merawat penuh sehari-seharinya. Mendampingi, memberi makan, memandikan, dan mengurus segala sesuatunya. 

Seorang ayah yang 20 tahun merawat istri dalam sakitnya. Itu semua dilakukan karena amanah seorang ayah. Dan kini, ayah saya pun tengah menikmati masa pensiunnya di rumah. Sambil ibadah menjalani hari tuanya. Selain menengoknya, saya selalu berdoa agar ayah saya sehat wal afiat dan selalu diberkahi Allah SWT.

Saya tidak pernah melihat ayah menangis. Walau saat itu, sebenarnya sah-sah saja dia menangis. Hebatnya lagi, dia tidak pula mengeluh. Sorot matanya tidak pernah putus asa merawat istrinya yang 5 tahun jelang kepergiannya hanya bisa terbaring di tempat tidur. Ayah yang ikhlas, tegar, dan sabar dalam segala keadaan. Karena dia yakin, ada tanggung jawab dan amanah di pundaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun