Sama sekali tidak dapat disangkal. Hingga tahun 2035 nanti, generasi milenial akan mendominasi berbagai lini kehidupan. Tidak kurang dari 91 juta orang di Indonesia adalah kaum milenial. Itu berarti, sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia adalah mereka yang lahir pada kisaran 1980 hingga 2000-an. Luar biasa.
Lalu, apa hebatnya generasi milenial?
Satu yang pasti, generasi milenial itu cerdas-cerdas dan cekatan. Bahkan mereka punya potensi yang keren dan punya obsesi bisnis yang tinggi. Cara berpikirnya pun profesional. Apalagi didukung kemampuan teknologi digital yang mumpuni. Istilahnya, generasi milenial gak ada lawanlah. Generasi milenial lebih mandiri, lebih independen dalam berbagai hal, begitulah seharusnya.
Gimana generasi milenial gak hebat. 85% hidupnya sehari-hari tidak bisa lepas dari ponsel. Dunianya sangat digital. Rata-rata generasi milenial pun memiliki pendidikan lebih tinggi dari generasi sebelumnya. Maka wajar, kaum milenial memang patut diduda tergolong orang-orang yang egois alias self-centered.
Faktanya, memang generasi milenial masih tinggal bersama orang tua mereka. Karena hidupnya terlalu dinamis. Sehingga hanya sedikit dari mereka yang ingin punya rumah sendiri. Tapi biar bagaimana pun, generasi milenial sangat peduli terhadap lingkungan sekitar. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang suka beramal. Peduli kepada sesama, apalagi terhadap masyarakat yang membutuhkan uluran tangan. Â
Jadi, sangat tidak bisa dipungkiri lagi. Di era digital dan revolusi industri 4.0 ini, generasi milenial sudah jadi generasi terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. Dan sebentar lagi, mereka pun akan menjadi generasi profesional yang siap "melantai" di berbagai profesi dan keahlian. Milenial, sungguh sebuah kekuatan besar yang tidak bisa dianggap remeh oleh kaum sebelum mereka.
Kini pertanyaannya sederhana. Apakah generasi milenial sudah literat?
Nah, ini penting diketahui. Literat pada siapapun bukanlah sesuai yang "given", bukan hal yang datang dengan sendirinya. Generasi apapun, termasuk kaum milenial untuk bisa literat harus diupayakan. Siapapun untuk jadi literat harus ada kesadaran, ada ikhtiar. Karena literat itu hasil dari proses literasi. Sementara literasi adalah "kesadaran untuk belajar dan memahami realitas". Literat itu kontribusinya harus positif, mampu memberdayakan diri sendiri dan orang lain Bukan malah merusak harmoni, atau membangun kecemasan dalam hidup.
Maka berangkat dari kesadaran belajar dan memahami realitas itulah, Komunitas "Rumah Milenial" hadir ke tengah generasi milenial. Agar generasi milenial mampu memelihara sikap optimis dalam menyikapi realitas kehidupan. Rumah Milenial untuk pengembangan diri generasi milenial. Melalui diskusi dan brainstorming, generasi milenial harus mampu jadi ujung tombak dalam memberdayakan diri sendiri. Sebagai ruang peradaban kaum milenial yang literast. Bukan justru sebaliknya, tergilas oleh zaman dan peradaban digital.
Mengusung motto "Social-Lifestyle-Culture", Rumah Milenial bertekad menjadi "teman ngobrol" generasi milenial yang berhubungan dengan soal sosial, gaya hidup, dan budaya. Diinisiasi oleh kaum milenial yang progresif dan dibimbing Syarifudin Yunus, seorang pegiat literasi dan dosen, Rumah Milenial berusaha menjembatani anak-anak muda "sadar diri" terhadap realitas kehidupan yang terjadi, di samping mampu mengelola potensi yang dimiliki dirinya.