Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Perlakukan Anak seperti Kue Klepon, Renungan Hari Anak Nasional

23 Juli 2020   07:14 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:24 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku akan menjawab. Bahwa aku ingin ibuku membiarkan aku bermain sesuka hati, sebentar saja. Aku ingin ayahku melakukan apa saja persis seperti yang dia katakan kepadaku selama ini. Aku hanya ingin ibuku tidak menganggap diriku seperti dirinya.  Aku juga ingin ayahku tidak menganggap diriku sebagai foto copy dirinya. Bahkan mulai esok, aku ingin ibuku berbicara secukupnya saja kepadaku, tentang hal yang penting saja. Dan aku ingin pula ayahku berbicara tentang kesalahan-kesalahannya sebelum menceritakan kesalahan-kesalahanku.

Kamu mau bagaimana, Nak?

Sungguh, aku tidak ingin apa-apa. Aku tidak punya banyak kemauan atau harapan. Aku hanya ingin jadi diriku sendiri. Bukan menjadi seperti yang orang tuaku mau. Karena aku memang bukan orang tuaku. Aku adalah aku, dan kini aku sedang berproses untuk bertemu dengan jati diriku sendiri.

Maka aku, hanya ingin. Ibu dan ayahku ada di sampingku. Sambil memeluk erat dan mendekap penuh kasih sayang. Karena aku khawatir. Ternyata orang tuaku lebih peduli ponsel-nya daripada aku. Ternyata orang tuaku tidak mengenal diriku yang sesungguhnya. Dan ternyata, orang tuaku lebih sering membohongiku dengan alasan untuk kebaikan.

Sungguh, anak-anak Indonesia hari ini. Hanya butuh contoh dan perilaku yang baik-baik. Bukan kritik yang berlebihan atau kebencian yang berkelanjutan. 

Anak-anak yang tidak perlu diajarkan untuk jadi orang sukses, orang kaya atau orang bahagia. Hanya anak-anak yang lebih optimis dalam hidupnya, bukan pesimisme atau ketakutan yang melulu. 

Anak-anak yang lebih mampu menghargai nilai daripada materi. Agar tetap seimbang lahir dan batin, seimbang dunia dan akhirat. Selamat Hari Anak Nasional.

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun