Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jangan Perlakukan Anak seperti Kue Klepon, Renungan Hari Anak Nasional

23 Juli 2020   07:14 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:24 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Anak Nasional (Sumber: Pribadi)

Bagaimana anak di era digital diperlakukan?

Sungguh tidak mudah bagi orang tua, bagi siapapun. Mendidik anak, memang bukan soal rumit. Tapi bukan pula soal sederhana. Harus pas, harus proporsional. Karena tiap anak punya potensi, karakter, dan kepekaan yang berbeda. Tiap anak memang khas, tiap anak pun unik. Seperti dirinya sendiri, bukan seperti anak-anak yang diperbandingkan.

Di Hari Anak Nasional, 23 Juli 2020 ini. Pesan sederhananya adalah "jangan perlakukan anak-anak seperti kue klepon; terlalu mudah di-gibahkan terlalu mudah dibesar-besarkan tanpa mau memberi solusi terhadap persoalan anak-anak itu sendiri".

Sejatinya, tidak ada anak-anak yang mau dikeluhkan orang tuanya. Tidak pula ada anak yang ingin lemah atau tidak memenuhi harapan orang tua. Maka biarkan anak-anak itu berproses untuk menemukan dirinya sendiri. Tanpa harus dibanding-bandingkan atau dijerat pikiran orang tuanya sendiri. Sehingga yang terjadi bukan maunya anak. Tapi maunya orang tua.

Kadang suka kasihan pada anak-anak sekarang. Terlalu sering "dipaksa" mengikuti apa yang diinginkan orang tuanya. Dalihnya, agar anak bisa lebih berhasil dari orang tuanya. Agar masa depannya cerah. Atau agar anak-anak itu bisa sukses seperti yang dipikir dan dimau orang tuanya. Sementara anak-anak itu tidak pernah tahu, apa sebenarnya yang dimaksud "berhasil" versi orang tuanya itu?

Di zaman now, hampir semua orang tua berlomba dan bersaing mencari cara jitu dalam mendidik anak. Tidak boleh ini tidak boleh itu. Harus les ini les itu. Ikut ekstrakurikuler ini dan ekstrakurikuler itu. Dam begitu wabah Covid-19 melanda, semuanya buyar. Alias ambyar. Dan yang pusing tujuh keliling, justru kaum orang tua. Bukan anaknya. Itulah keadaan anak-anak di era revolusi industri 4.0 yang hidup dalam perangkap "kehendak" orang tua, bukan kehendak anak.

"Nak, pokoknya ayah pengen kamu begini nanti. Karena itu ayah berjuang untuk kamu..." Ada lagi dialog "Nak kalau mau sukses, Mama kasih tahu kamu harus begini begitu ..." Begitulah kira-kira dialog yang terjadi antara orang tua dan anak di rumah-rumah. Orang tua hampir lupa, semua yang dilakukan anaknya adalah kehendak orang tuanya.

Maka di Hari Anak Nasional ini, Orang tua bertanyalah kepada anaknya: "Kamu, ingin apa Nak? Kamu mau bagaimana?". Untuk mendengarkan suara hati anak yang sesunggunya. Untuk menyimak apa yang diinginkan anak-anak kepada orang tuanya.

Kamu ingin apa, Nak?

Andai anak-anak itu ditanya orang tuanya. Mungkin segudang jawaban ingin disampaikannya secara langusng. Agar orang tuanya mengerti apa yang diinginkannya, apa yang diharapkan dari orang tuanya.
Anak-anak yang ingin jadi dirinya sendiri. Anak-anak yang tidak sering dikeluhkan orang tuanya. Bahkan anak-anak yang tidak mudah dibesar-besarkan oleh orang tuanya sendiri sekalipun. Karena mereka, anak-anak yang tidak lembek tidak pula bengis. Anak-anak itu sama sekali tidak mau diperlakukan seperti "kue klepon" yang terlalu mudah dibesar-besarkan dan tdak produktif sama sekali.

Maka anak-anak itu pun akan menjawab. Bila hari ini, aku ditanya orang tua ingin apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun