Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Survei TBM Lentera Pustaka, 69% Pekerjaan Orang Tua Sektor Informal dan Potensi Putus Sekolah

30 Juni 2020   23:41 Diperbarui: 30 Juni 2020   23:32 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber; TBM Lentera Pustaka

Karena pekerjaan orang tua di sektor informal, sangat memungkinkan terjadinya kondisi keluarga si anak yang: 1) mengalami masalah ekonomi sehingga jadi sebab ketidakmampuan orang tua untuk membiayai kebutuhan sekolah, 2) rendahnya kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anak hingga level SMA misalnya akibat pekerjaan yang tidak menentu, dan 3) belum adanya kepedulian yang optimal dari berbagai pihak, termasuk perangkat pemerintah daerah dan para donatur untuk menyelamtkan masa depan anak-anak yang terancam putus sekolah.

Apalagi di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor. Angka statistik menunjukkan bahwa rerata tingkat pendidikan masyarakat pada umumnya tamat SD mencapai 81,9%, tamat SMP 8,9%, dan tamat SMA 8,3%. Itu berarti, sekitar 90,8% tingkat pendidikan masyarakat hanya sebatas SMP. Akankah "sejarah lama outus sekolah" akan terus berulang hingga tahun-tahun ke depan? Sungguh, pertanyaan yang sulit untuk dijawab.

Oleh karena itu, taman bacan di manapun, seperti TBM Lentera Pustaka memiliki tanggung jawab moral untuk mengenali demografi masyarakat di mana taman bacaan itu berada. Agar dapat "membaca" potensi dan tantangan yang bisa terjadi di kemudian hari. Taman bacaan harus lebih kreatif. Sehingga harus siap mengubah pola dan menanamkan kesadaran yang bukan hanya mengajak anak-anak untuk membaca. Tapi mampu menggugah kesadaran anak-anak untuk tetap sekolah, dalam keadaan apapun.

Sejatinya, taman bacaan harus ikut andil dalam menyelamatkan masa depan anak-anak. Suka tidak suka, taman bacaan bukan hanya untuk meningkatkan tradisi baca semata. Tapi juga untuk mengkampanyekan pentingnya belajar dan sekolah. Agar jangan ada anak-anak putus sekolah. Apalagi di zaman yang katanya serba moder dan serba digital seperti sekarang.

Taman bacaan harus mencari cara. Sebagai solusi untuk mencegah angka putus sekolah. Maka sikap komitmen dan konsisten sangat diperlukan pengelola taman bacaan. Tentu, dengan dukungan berbagai pihak yang pedul. Karena apapun keadaanya, "berbuat untuk masyarakat tetap lebih baik daripada berdiam diri". Salam literasi... #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BudayaLiterasi

Sumber: TBM Lentera Pustaka
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun