Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Buku Nasional, Apa Tidak Sebaiknya Diganti Hari Gawai Nasional?

17 Mei 2020   18:57 Diperbarui: 17 Mei 2020   20:02 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TBM Lentera Pustaka

Di Hari Buku Nasional, 17 Mei ini. Mari kita bertanya pada diri sendiri. Apakah kita masih cinta buku dan mau membaca buku?

Karena faktanya, semua orang sudah pergi ke dunia digital. Bahkan hari ini, mereka semakin gemar berselancar di dunia maya. Mereka terus-menerus bergembira ria berjalan bersama gawai-nya masing-masing. Lalu, kemanakah buku-buku mereka?

Adalah fakta hari ini. Lebih dari 150 juta orang di Indonesia sudah punya akses ke dunia maya. Itu artinya, 1 dari 2 orang Indonesia mampu berselancar sesuka hati secara daring. Entah, apa yang dicarinya? Maka wajar kini. Tiap orang Indonesia sudi menghabiskan waktu rata-rata 5,5 jam sehari di dunia maya. Sedangkan membaca buku, tidak lebih dari 1 jam per hari. Mari kita bertanya lagi. Apakah kita masih cinta buku? Apakah kita masih mau membaca buku?

Tanggal 17 Mei adalah Hari Buku Nasional. Semoga suatu waktu tidak diubah jadi "Hari Gawai Nasional". Semoga dan semoga, kita hanya bisa berdoa.

Buku, kata banyak orang membosankan.

Tanpa sepatah kata pun, mereka terus pergi meninggalkan buku. Buku kian terpinggirkan. Makin tidak dilirik. Maka buku, hanya bisa diam menggugu di panggung beku. Sambil membawa setumpuk pilu. Tanpa ada rasa rindu. Dulu, kata banyak orang, buku selalu dirindu. Tapi, kini buku tak lebih dari sebuah harapan palsu. Buku selalu dipisahkan oleh jarak dan waktu. Berkata "rindu buku" tapi akhirnya perilakunya menjauh dari buku.

Mungkin agak klasik alasannya. Bila hari ini kita banyak bertutur tentang buku lalu memujinya. Tapi sayang di saat yang sama, kita pun belum tentu membacanya; belum tentu mau membaca buku. Karena di Hari Buku Nasional. Kini, berapa banyak orang yang memutuskan pergi meninggalkan buku. Apakah kita masih mencintai buku?


Buku makin diam membisu di tengah jutaan manusia di bumi ini. Bukan hanya minat membaca buku yang rendah. Tapi tingkat literasi pun kian payah. Kita lebih mudah percaya pada berita yang palsu. Hidup dalam angan-angan pikiran dan mimpi kekuasaan dunia. Maka wajar, hari ini tidak ada lagi rindu tentang buku.

Buku tidak lagi bisa bercerita tentang kamu, tentang kita. Tidak ada lagi orang-orang yang mau membaca. Bahkan sekarang, hanya sedikit dari kita yang mau menulis tentang masa depan melalui buku. Kini, buku tidak lagi jadi ruang ekspresi tentang harapan dan kenyataan.

Kamu lebih senang berkata-kata tentang rasa bahagia, sedihnya kehilangan, bahkan tentang pahitnya kegagalan. Hanya berkata-kata tanpa mau menuliskannya. Hanya mau berkomentar ria tanpa mau membeca lebih dahulu. Buku tidak lagi jadi tempat untuk bertutur akan pentingnya perubahan, kekhawatiran, bahkan masih adanya harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun