Sikap ilmiah inilah yang mendasari saksi ahli bahasa untuk memegang prinsip ilmiah yang harus 1) objektif, 2) logis, 3) sistematis, dan 4) valid-reliabel.
Selain itu, seorang saksi ahli bahasa pun harus memahami benar akan "bahaya" sikap ilmiah, yang notabene bisa terjadi pada seoarang ahli atau pakar. Beberapa sikap ilmiah yang bahaya antara lain: 1) melakukan generalisasi secara gegabah, 2) membuat abstraksi intelektual ekstrem, 3) mengambil kesimpulan yang keliru, dan 4) memanipulasi data/fakta.
Bila ada kasus hukum yang akhirnya menimbulkan keributan antara terdakwa dan saksi ahli bahasa atau antara hakim dengan saksi ahli Bahasa, bisa jadi hal itu disebabkan oleh pengabaian terhadap kriteria saksi ahli Bahasa atau sikap ilmiah di ahli Bahasa. Maka, aparat hukum maupun masyarakat harus memahami tentang keberadaan saksi ahli Bahasa.
Berikut contoh, keterangan ahli yang saya berikan saat diminta menjadi saksi ahli Bahasa. Saat ada pemberitaan online detiknews.com pada tanggal 28 Januari 2019 dengan judul "Prabowo Siap Terima Dukungan Keturunan PKI, PKPI: Mereka Panik? Deliknya, apakah kalimat tersebut mengandung unsur perbuatan provokatif atau unsur yang berpotensi adanya perbuatan  menghasut?
Adapun analisis yang saya lakukan adalah sebagai berikut:
"Prabowo Siap Terima Dukungan Keturunan PKI, PKPI: Mereka Panik?"
- Struktur kalimat inti: Mereka Panik (S-P), secara makna: Mereka = kata ganti orang bersifat jamak/tidak ada rujukan spesifik - Panik berarti "bingung; gugup".
- Potensi menghasut ada pada kata "panik" (membangkitkan orang supaya marah), tapi karena subjek (mereka) bersifat jamak, maka tidak spesifik yang dimaksud siapa?
- Dari segi tindak tutur: kalimat terebut bersifat "ekpresif" (tanggapan atas konteks sebelumnya) bukan "deklaratif" (menciptakan keadaan baru).
- Maka simpulannya: tidak ada makna menghasut, di samping rujukan subjek bersifat jamak bukan tunggal.
Adalah tanggung jawab profesional seoarang saksi ahli Bahasa untuk membetikan keterangan atau pendapat di bidang keahlian Bahasa. Sebagai bagian proses "pembuktian" terhadap teks tertulis untuk dinyatakan mengandung perbuatan melawan hokum atau tidak.
Maka penting untuk diketahui publik tentang saksi ahli Bahasa. Mungkin saksi ahli lainnya. Di samping, masyarakat pun harus berhati-hati dalam menggunakan Bahasa sehari-hari khususnya di media sosial.
Karena salah sedikit atau dianggap melanggar hukum, seperti: pencemaran nama baik, penghinaan, berita bohong atau hoaks apalagi fitnah maka dapat dijadikan delik aduan ke polisi. Jangan sampai karena persoalan ketidak-tahuan atau emosi sesaat menjadikan "kata-kata dan kalimat" dalam berbahasa berujung ke ranah hukum.
Ketahuilah, bahasa bukanlah alat untuk menistakan, bukan pula simbol kasta. Bahasa biarlah tetap apa adanya, bukan ada apanya... #SaksiAhliBahasa #BudayaLiterasi