Apalah arti Rp. 405 Triliun di mata kaum tidak tenang?
Sama sekali tidak berarti. Karena kaum tidak tenang itu hobby-nya gaduh lagi berisik. Atas urusan orang lain bukan dirinya sendiri. Tidak tenang alias gelisah. Paling panik, paling takut itulah kaum tidak tenang.
Di mata kaum tidak tenang. Wabah virus corona itu bukan musibah, bukan cobaan. Tapi momentum untuk mencari kesalahan orang lain. Mengoyak kelemahan orang yang tidak disukainya. Hanya mampu berceloteh tanpa bisa berbuat apa-apa. Ekspresi kegundahannya bak prajurit yang takut mati di medan perang. Mengaku militant tapi takut mati. Mungkin, karena kebanyakan nonton sinetron. Atau nongkrong di warung kopi tapi kerjanya ngomongin orang lain. Namanya, kaum tidak tenang.
Apalah arti Rp. 405 triliun di mata kaum tidak tenang? (baca: ini).
Akibat wabah virus corona semuanya jadi darurat. Kejadian luar biasa yang tidak satupun manusia bisa menduga. Dampaknya bukan hanya penyakit yang merebak dan mematikan. Tapi juga sosial ekonomi yang kena imbasnya. Untuk itu semua, kaum tidak tenang hanya bisa menutup mata.Â
Apalagi bila pemerintahnya, merogoh kocek anggaran sebesar Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), serta Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Total uang untuk penanganan COVID-19 Rp 405,1 triliun.
Apalah arti Rp. 405 triliun di mata kaum tidak tenang?
Sungguh tidak berarti. Bukan soal besar kecilnya jumlah. Tapi soal sentimen yang berlebihan. Bawaanya tidak senang, tidak suka bila orang yang tidak disukainya bekerja. Kaum tidak tenang pun, bisa jadi, tidak paham apa artinya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan status darurat kesehatan. Untuk menanggulangi wabah virus corona di Indonesia. Karena di matanya, semua itu kebijakan salah. Hanya kaum tidak tenang yang benar.
Kadang, kaum tidak tenang itu gerabak-gerubuk.
Penyakitnya otomatis kambuh bila orang yang tidak disukainya "berhasil". Dia selalu ingin, musuhnya merana dan gagal. Kaum tidak tenang. Hidupnya dalam fantasi, di alam mimpi pikirannya sendiri. Bukan hidup dalam realitas.
Kaum tidak tenang. Selalu gagal paham. Bahwa ada orang yang selalu sibuk untuk menyelamatkannya. Tapi dia justru sibuk menghindarinya. Orang lain tetap rendah hati. Tapi dia menyapa dengan penuh prasangka. Karena tidak tenang.