Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Singkong, Cemilan yang Mulai Ditinggalkan

26 Maret 2020   20:01 Diperbarui: 26 Maret 2020   20:03 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Bila ada tanaman yang hidupnya gak ribet, itu bisa jadi namanya "manihot utilissiam". Ali-as SINGKONG. Mau tanah subur atau gersang, singkong tetap tumbuh. Bisa ditanam di mana saja, gak perlu perawatan khusus. Alamiah, tanpa pupuk sekalipun.

Singkong, dalam keadaan apapun. Tetap tumbuh, tanpa direkayasa. Simpel dan alami. Gak pernah ribet apalagi galau. Hebatnya singkong. Semua bagian pohonnya berguna. Daunnya buat lalapan atau sayur. Batangnya dibikin pagar. Buahnya pun ciamik.

Singkong, memang luar biasa. Saat tumbuh menjulang tinggi ke atas pohonnya. Tapi bagi-an yang membesar tetap ada di bawahnya; akar yang jadi buahnya. Beda dengan orang. Tidak sedikit yang makin menjulang pangkat dan jabatannya, justru makin menjauh dari akarnya. Hingga lupa diri.

HARUSNYA SEPERTI SINGKONG, SIAPAPUN SAAT MENINGGI ATAU MENJULANG; BISA PANGKAT, HARTA ATAU KEDUDUKANNYA. TAPI MANFAATNYA TETAP TERASA SAMPAI KE BAWAH, KE ORANG-ORANG YANG MEMBUTUHKAN.

Sayangnya, zaman now banyak orang udah gak suka ngemil singkong. Katanya gak keren, gak bonafid. Mereka lupa, banyak makanan keren di swalayan di resto padahal bahan dasarnya singkong. Singkong yang sudah direkaya. Mungkin udah zamannya. Banyak yang keren hari ini karena rekayasa. Bukan aslinya, bukan apa adanya.

Alhamdulillah, saya suka singkong. Apalagi dari kebun sendiri. Sebagai partner ngopi. Ke-napa? Karena dari singkong, saya belajar untuk tetap apa adanya. Gak perlu gagah-gagahan, apalagi cuma di dunia yang sementara. Dunia diserang virus corona saja udah kalang kabut. Terus , apa yang mau digagahin.

Sekarang ini, banyak orang pengen hidup sederhana. Tapi sayang, mereka gak suka singkong. Kontradiktif. Beda antara yang diucap dengan yang dikerjakan.

SINGKONG itulah gurunya hidup sederhana. Nrimo ing pandum, istilahnya. Qona'ah alias apa adanya. Saking sederhananya, pohon singkong mau setinggi apapaun. Dia tetap rendah hati, tetap gak mau menampakkan buahnya.

Sayang, hari ini banyak orang udah gak doyan makan singkong. Singkong, cemilan yang sudah mulai ditinggalkan orang. Entah kenapa? Mungkin karena kurang bergengsi ... Tabikk #FilosofiSingkong #ManihotUtilissima #BudayaLiterasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun