Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Soal Pesangon Karyawan, Pentingnya Pendanaan Bukan Regulasi

17 Februari 2020   08:14 Diperbarui: 17 Februari 2020   15:06 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Liputan6.com

Soal pesangon. Ini contoh berita di kompas.com tentang perusahaan yang berani bayar pesangon karyawan akibat PHK dengan formula UU 13/2003 Ketenagakerjaan yang relatif lebih disenangi oleh pekerja. 

Sebenarnya bila mau, perusahaan ini bisa "tunggu" diberlakukannya RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang kini sedang dibahas DPR dan tentu besar uangnya lebih ringan buat perusahaan. Karena uang pesangon karyawan, formulanya "lebih kecil" daripada UU 13/2003.

Apa artinya bila begitu?

Selain besaran jumlahnya, pesangon karyawan itu yang penting tiap perusahaan harusnya "mendanakan sejak dini". Dana pesangon harusnya dicadangkan setiap bulan. Lalu pengelolaannya diserahkan kepada pihak ketiga yang kompeten. Agar ketika pesangon dibutuhkan akibat PHK (pemutusan hubungan kerja), pensiun, atau meninggal dunia, dananya sudah tersedia. Dan pastinya, bisa dibayarkan sehingga tidak jadi "masalah hukum" antara perusahaan dan karyawannya.

   

Karena hari ini, faktanya, tidak sedikit juga perusahaan yang culas. Alias tidak mau mengeluarkan uang buat bayar pesangon karyawan. Tentu, dengan berbagai alasan. Masalahnya sederhana, karena perusahaan atau pengusaha selama ini tidak mendanakan uang pesangon atau pensiun karyawan secara disiplin. Sehingga saat dibutuhkan, dananya tidak tersedia. Alhasil, karyawannya jadi dibikin tidak betah di kantor. Atau dimutasi agar tidak nyaman di kantor. Sehingga si karyawan “mengambil keputusan” untuk mengundurkan diri. Sekalipun masa kerja si karyawan sudah 5 tahun, 10 tahun atau 20 tahun. Intinya, bila si karyawan mengundurkan diri maka perusahaan tidak perlu membayar pesangon. Karena teknis soal itu, bisa diatur di peraturan perusahaan.

Jadi soal pesangon itu, cuma soal iktikad baik perusahaan - karyawan dan yang penting pendanaannya. Dananya sengaja dicadangkan sejak dini, sejak sekarang dan dipisahkan dari catatan internal perusahaan. Jangan sekadar “book reserve”. Apalagi “pay as you go”. Dengan begitu, uang pesangon dipastikan tersedia dan bisa langsung dibayarkan ke si karyawan. Karena cepat atau lambat, pesangon pasti dibayarkan. Lagi pula, pendanaan pesangon pun bersifat "offset". Artinya, iuran atau kontribusi yang dibayarkan perusahaan dapat dikompensasikan sebagai kewajiban pesangon atau pensiun.

Sekali lagi, soal pesangon ya soal iktikad baik dan pendanaan yang terpisah dari "kantong" internal perusahaan itu. Dana pesangon atau dana pensiun harus “dikeluarkan” setiap bulan dan dikelola oleh lembaga yang kompeten.

Karena untuk apa regulasi direvisi seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja, bila akhirnya perusahaan tidak punya iktikad baik untuk membayarkan uang pesangon atau pensiun karyawan? Regulasi penting tapi jauh lebih penting kesadaran untuk mendanakan dari sekarang. Agar uangnya tersedia sebagai imbalan pasca kerja bagi si karyawan.

Nah, bagaimana cara mendanakan pesangon atau pensiun karyawa, ya tentu tanya sama yang mengerti soal itu? Okehh... #EdukatorDanaPensiun #AsosiasiDPLK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun