Usai sudah perjalanan pulang kampung saya bersama keluarga; istri, Farid anak ke-2 sang maestro dan Farah anak bungsu sang inspirator. Sejak tiba pada 25 Des 2019 siang, dijemput kakak sepupu Amir dan istrinya, kami langsung menuju objek wisata batu karst Ramang-Ramang lalu menuju kampung halaman di Dusun Bengo Desa Limapoccoe Kec. Cenrana Kab. Maros Sulsel. Esok harinya, berziarah ke makam kakwk Dg. Koto dan nenek Cugi yang belum pernah saya lihat wajahnya sejak lahir. Lalu berwisata ke Air Terjun Bantimurung dan Goa Leang-Leang.Â
Hingga puncaknya, silaturahim dengan keluarga besar di kampung, seperti Nenek Siti, Wak Sani, Wak Cening, Wak Kamarudin di Parigi ditemani sepupu saya, Amir, Aris, dan Tijah.
Hari Jumat siang, saya melanjutkan perjalanan untuk eksplor kota Makassar. Mulai ke Pantai Losari, Istana Raja Gowa Balla Lompoa, Benteng Somba Opi, dan Benteng Fort Rotterdam. Tentu tak lupa menikmati wisata kuliner di Kontol Karebosi, RM Seafood Nelayan, Coto Nusantara dan pusat oleh-oleh Somba Opu. Namanya pulang kampung sambil wisata itu tentu biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa.
Tapi di Sabtu malam, saat melaksanakan sholat Maghrib di Masjid Terapung Makassar saya dikejutkan oleh sikap dan perilaku religius anak bungsu Farah, sang inspirator. Ketika usap sholat, saya keluar dan mengambil titipan sandal. Tiba-tiba, istri saya memberi tahu bahwa anak saya Farah sedang mengaji, maka tunggulah waktu Isya dulu setelah itu baru jalan lagi.
Mengaji di Masjid Terapung Makassar antara Maghrib dan Isya, buat seorang anak usia 12 tahun adalah kesadaran religius yang luar biasa.
Maka itu. saya tuliskan catatan ini. Agar bisa jadi kenangan baik yang tersimpan kuat.
Mengapa religius di atas kertas?Karena zaman now, tidak sedikit orang yang saat berwisata malah mengabaikan ibadah sholat. Lupa, apapun alasannya, sholat dan ibadah tidak boleh diabaikan. Justru bila perlu, wisata itu jadi sarana untuk berbuat kebaikan kepada saudara, kepada sesama. Siapa bilang wisata boleh tinggalkan kewajiban religius?
Wisata memang diartikan perjalanan meninggalkan rumah, menuju ke tempat yang lain. Tapi sholat tidak bolwh ditinggalkan. Karena sholat adalah bentuk penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Maka saat wisata pun, "seseorang harus tetap tunduk kepada perintah dan larangan Allah", yanpa previledge sedikitpun, di segala tempat dan waktu. Allah SWT berfirman "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S. Adh-Dhariyat[51]:56).
Berwisata namun tetap ibadah. Inilah sikap dan perilaku yang perlu mendapat perhatian.
Maka setiap tempat wisata harusnya memiliki fasilitas ibadah yang nyaman. Dan wisatawan pun harus punya kesadaran dan komitmen untuk menegakkan ibadah di manapun, di tempat wisata sekalipun. Bila begitu, insya Allah wisatanya lancar dan berkah. Ibadah pun kian memudahkan dan melancarkan.
Seperti yang dilakukan kedua anak saya, Farid sang maestro dan Farah sang inspirator. Sungguh, kelancaran perjalanan selama pulang kampung dari 25-29 Desember 2019 ke Dusun Bengi Desa Limapoccoe Kec. Cenrana Kab. Maros berkat sikap dan perilaku anak-anak yang religius. Berhenti di masjid tiap kali waktu sholat tiba. Karena religius adalah sikap yang diikuti perilaku. Bukan larangan atau intoleransi, apalagi hanya diskusi di atas kertas atau dunia maya.