Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Budaya Siri' dari Desa Limapoccoe

28 Desember 2019   05:23 Diperbarui: 28 Desember 2019   05:31 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiap pagi, hawa dingin dan kabut menyelimuti Dusun Bengo Desa Limapoccoe Kec. Cenrana Kab. Maros Sulsel. Udara daerah pegunungan lebih terasa, khas dataran tinggi dan dikelilingi banyak batu karst atau pegunungan kapur. Dusun tanah leluhur saya ini sebagian besar masyakatnya bertani atau beternak sapi atau ayam.

Namun bermalam 3 hari di Desa Limapoccoe, sedikit mencuri perhatian. Karena selalu ada pelajaran budaya lokal yang bisa digali. Dsa yang berjarak 2,5 jam dari Makassar ini menyimpan nilai budaya yang tetap relevan dan patut dilestarikan. 

Desa Limapoccoe, mungkin terdengar cukup asing di telinga. Tapi hampir semua masyarakat di desa ini menganut budaya siri' atau bagaimana menjaga nama baik keluarga sebagai pijakan pendidikan.

Budaya lokal, tentu bukan hanya baju bodo, batik atau kesenian reog. Tapi budaya yang mampu memperkuat karakter di tengah derasnya gempuran era digital yang serba instan. 

Hingga mengikis budaya "malu" yang ditanamkan nenek moyang kita dulu. Maka wajar, akhirnya korupsi pun berubah jadi budaya di negeri ini.
Di Desa Limapoccoe, ada kesan orang-orangnya sedikit keras dalam berbicara. Bahkan boleh disebut tegas. Namun keras dan tegas pada masyarakatnya sebagai bentuk lazimnya budaya kedisplinan dan ketaatan.

Untuk tidak melakukan hal yang tidak biasanya. Tidak melakukan hal-hal yang melanggar norma dan nilai budaya yang jadi kebiasaan suku Bugis Makassar. Di desa ini, petani tiap pagi sebelum pukul 08.00 sudah berangkat ke sawah. Itu budaya disiplin.

Begitupun dalam gaya mendidik anak. Masyarakat di Desa Limapoccoe pun menganut kedisiplinan yang ketat. Agar anak-anaknya cepat mandiri atau dapat mengatur hidupnya sendiri. Karena sikap disiplin yang jadi bekal moral anak-anak agar dapat lebih bertanggung jawab dan berfikir positif dalam keseharian.

Maka, kuatnya budaya lokal atau etos di Desa Limapoccoe terlihat melalui budaya kedisiplinan dan gaya mendidik anak. Itulah buday siri' atau cara sederhana menjaga nama baik keluarga. Budaya yang membuat anak-anak lebih bertanggung jawab atas etika. Dan memiliki karakter kuat yang lebih matang.

img-20191228-061047-jpg-5e068418d541df1850763142.jpg
img-20191228-061047-jpg-5e068418d541df1850763142.jpg
Banyak etos positif yang bisa dipelajari di Desa Limapoccoe Centana Maros. Tentu, budaya lokal ini bisa ada dan terjadi di desa-desa lain di Indonesia. Hanya maukah kita menggali dan mensosialisasikannya lagi di era sekarang?

Selama 3 hari di Desa Limapoccoe. Dan belajar dari budaya lokal kampung halaman. Maka saya pun kian yakin. Bahwa sesungguhnya tidak ada "orang besar" dan "orang kecil" dalam bermasyarakat. Karena besar atau kecil hanya terjadi pada kualitas karakter, kualitas etos orang per orang... #DesaLimapoccoe #Maros #BudayaLiterasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun