Memang sudah lama, saya dan keluarga punya tradisi pengajian bulanan bersama anak-anak yatim. Baik di Kreo rumah yang saya tinggali, di Harvest City Cileungsi yang kebetulan punya rumah di situ, dan di Kaki Gunung Salak yang kini menjadi TBM Lentera Pustaka. Ada sekitar 34 anak yatim yang rutin mengaji dengan saya setiap bulan hingga kini.
Apa artinya catatan ini saya tuliskan. Tidak untuk apa-apa, selain dokumen semata. Agar anak yatim di luar sana tidak berkecil hati. Inilah momentum kali pertama saya dan keluarga menguliahkan anak yatim, si dia.
Selain berbagi tulisan akan pentingnya membangun sikap peduli kepada anak-anak yatim maupun kaum yang membutuhkan uluran tangan kita. Mudahkanlah urusan mereka, maka urusan kita pun akan dimudahkan.
Bahkan penting untuk saya sampaikan kepada sekolah maupun pemerintah daerah. Agar berilah perhatian dan kepedulian kepada anak-anak yatim untuk bersekolah. Bebaskan mereka dari biaya sekolah. Agar jangan ada anak yatim yang putus sekolah.
Karena pengalaman saya, kepekaan lembaga sekolah dan pemerintah daerah terkesan tidak ada pada kaum yang membutuhkan. Apakah memang begitu sekolah, sama sekali tidak bisa membebaskan anak-anak yatim untuk tetap bisa bersekolah?
Semua kita sepakat, anak yatim pasti membutuhkan kasih sayang yang tidak didapat dari orangtuanya. Karena itu, kita dianjurkan untuk saling peduli dengan sesama, apalagi anak yatim dan kamu yang sangat membutuhkan uluran tangan.
Percayalah, Allah SWT pun menjamin orang-orang yang mau membagi hartanya untuk menyelamatkan masa depan anak bangsa. Tidak akan jatuh miskin karena sedekah atau amal. Justru Allah SWT berjanji akan selalu dilipatgandakan.
Sepenggal kisah anak yatim, aku ingin kuliah.
Inilah cara sederhana untuk mengingatkan kita agar tetap istiqomah dalam berbuat untuk sesama, di samping konsisten berjuang untuk kebaikan di jalan Allah. Masih ada dan banyak berjuang dengan cara-cara yang lebih maslahat. Selebihnya, biarkan Allah SWT yang bekerja untuk kita. Agar selalu diberi kesehatan, kemudahan dan keberkahan dalam hidup.
Karena hakikatnya, siapapun, manusia 'bukan apa-apa, dan bukan siapa-siapa". Bergaul dan pedulilah pada anak yatim. Apalagi di tengah gaya hidup yang makin belingsatan, nafsu egoisme yang tak terbendung, dan gemerlap eksistensi diri yang kian eksotis seperti sekarang.