Setelah pilpres 2019, keributan politik pun tidak kunjung mereda. Kemarahan tidak berkesudahan, kebencian pun tidak pernah berakhir. Maka celoteh dan sindiran dianggap lumrah dan dijadikan kebebasan. Politik memang aneh. Makin banyak komentar dianggap paling benar. Sementara diam dianggap tidak paham. Politik bikin orang lupa. Bahwa tidak semua yang kita omong itu baik buat orang lain. Begitu pula, apa yang baik menurut kita pun belum tentu baik buat orang lain. Akibat terlalu cinta, politik hanya omong kosong.
Maka kini, mahasiswa pun bersikap. Setelah mengikuti kuliah Menulis Kreatif, mahasiswa Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) meluncurkan antologi cerpen "Cinta Sang Politikus" sebagai kritik terhadap politik di Kampus Unindra hari ini (17/6). Melalui karya ini, mahasiswa menyampaikan pesan bahwa cinta itu perbuatan. Bukan kata-kata dan tulisan indah seperti politik omong kosong. Antologi cerpen ini sebagai kritik terhadap dunia politik yang mengumbar kebencian, berita bohong hingga nafsu berkuasa yang berlebihan. Berisi kisah fiksi yang reflektif dan motivatif dari 115 mahasiswa yang ikut menulis cerpen.
"Di tengah hingar-bingar politik pascapilpres 2019. Keganasan politik dan pilpres bisa jadi sebab hancurnya sebuah cinta. Karena terbalut dalam belenggu harapan yang berlebihan. Maka jangan ada nafsu yang bertebaran atas nama cinta" ujar Syarifudin Yunus, dosen pengampu Menulis Kreatif saat acara peluncuran di Kampus Unindra Jakarta.
Cerita dalam antologi cerpen ini menekankan pentingnya pendidikan politik yang dilandasi dari hati, bukan nafsu atau obsesi. Inilah antologi cerpen yang menyadarkan kita tentang pentingnya rasa cinta dan ketulusan. Untuk menjauh dari nafsu yang menggerayangi politik. Karena hari ini, wajah politik telah memilih larut dalam kebodohan dan keegoisan diri. Akibat "Cinta Sang Politikus", hampir saja "kapal" yang terus berlayar itu kandas; tidak bisa beranjak karena terombang-ambing siasat politik atas nama cinta ...
Antologi cerpen "Cinta Sang Politikus" merupakan karya fiksi yang dikemas dengan cara yang berbeda. Berbeda cara belajarnya, prosesnya, hingga karyanya sebagai hasil akhir dari pembelajaran menulis kreatif selama satu semester. Berbekal pengalaman dan perasaan selama kuliah, mahasiswa diwajibkan menuliskan ke dalam bentuk cerpen. Karena setiap kita pasti punya kisah yang pantas untuk diceritakan.
"Di tengah nafsu berkuasa di politik, saya mengajarkan cara agar mahasiswa bisa ekspresikan setiap fenomena politik ke dalam bentuk cerpen. Ada cara yang lebih halus dalam melampiaskan ekspresi politik, di samping agar mahasiswa berani dan terbiasa menulis. Karena politik sekaligus bisa jadi tempat ekspresi hati dan pikiran kita" tambah Syarifudin Yunus.
Melalui antologi cerpen ini, pembaca diingatkan. Bahwa cinta yang berlebihan terhadap politik menjadi sebab buta dan nestapa. Dan semua itu tergantung kepada manusianya. Untuk apa berpolitik dan mau apa setelah berkuasa?
"Cinta Sang Politikus", menyiratkan akan pentingnya belajar sastra yang harus dimulai dan berakhir dari yang tertulis. Siapapun, harus mampu menorehkan ide kreatif-nya sendiri dengan caranya sendiri. Dan politik hanyalah omong kosong. Karena itu, berpolitik spiritnya harus ada kebaikan dan perdamaian. Tapi sebaliknya, bila politik dirasuki kemarahan dan kebencian itulah tanda pertama kali omong kosong dimulai... #CintaSangPolitikus #MenulisKreatif #Unindra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H