Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor Kompetensi Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Taman Bacaan Lentera Pustaka Sebut Hoaks Terjadi Akibat Literasi Rendah

12 Mei 2019   22:39 Diperbarui: 12 Mei 2019   22:54 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya hoaks atau berita bohong dapat dipastikan akibat rendahnya budaya literasi orang Indonesia. Ketika budaya baca menurun, di situlah momentum untuk lebih percaya pada hoaks. Apalagi saat ini level masyarakat yang aktif memegang gawai tergolong sangat tinggi. Sekitar 3,6 jam sehari orang Indonesia menghabiskan waktu untuk berselancar di dunia maya atau di media sosial. Sadar tidak sadar, waktu selama itylah yang digunakan untuk mencari atau menyebar hoaks.

Hoaks itu terjadi akibat tingkat literasi rendah  Hal ini sesuai dengan data UNESCO yang melansir (2012) bahwa indeks minat baca di Indonesia hanya mencapai 0,001. Atau 1 dari 1.000 orang Indonesia yang punya minat baca.Bahkan dalam laporan UNESCO berjudul "The Social and Economic Impact of Illiteracy" (2010) disebutkan bahwa tingkat literasi yang rendah pun menjadi sebab tingginya angka putus sekolah dan pengangguran. Karena orang dengan tingkat literasi rendah sulit menjadi mandiri atau berdaya, dan punya ketergantungan yang besar.

Berangkat dari realitas itu, Syarifudin Yunus selaku Pendiri Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lenetra Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor menyatakan akan sulit bagi Indonesia untuk menurunkan angka kemiskinan, kesenjangan sosial maupun rendahnya kulaitas pendidikan bila tidak diimbangi dengan meningkatkan tingkat literasi anak dan masyarakat.

Maka di situlah pentingnya meningkatkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak dan masyarakat Indonesia.

Skenario tingkat literasi sederhana saja. Bila tradisi baca dan budaya literasi tinggi, maka pengetahuan dan wawasan meningkat. Pada saat yang sama kesadaran akan pentingnya pendidikan bertambah dan keterampilan komunikasi lebih baik akibat kosakata yang dikuasainya. Kebiasaan membaca yang baik adalah modal dasar tumbuhnya rasa percaya diri sehingga mampu mengembangkan imajinasi dan kreativitas dalam berbagai ranah kehidupan. Maka jelas, tingkat literasi yang tinggi menjadi pangat utama persoalan kehidupan, termasuk untuk mencegah hoaks.

Oleh karena itu, sebagai upaya menumbuhkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak, TBM Lentera Pustaka terus fokus memberikan kemudahan akses bacaan bagi anak-anak usia sekolah di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari kab. Bogor. Bahkan di bulan Ramadhan 1440 H, jam baca lebih dioptimalkan melalui program "Ngabuburit Baca" di sore hari jelang waktu berbuka puasa. Hal ini sekaligus untuk "melawan" kebiasaan menonton TV atau main gawai yang berlebihan. Agar anak-anak, selalu punya waktu cukup untuk membaca buku.

Sejak didirikan 2 tahun lalu, sekitar 60 anak pembaca aktif TBM Lentera Pustaka saat ini telah mampu "melahap" 5-10 buku bacaan per minggu. Dengan mengusung konsep "TBM-Edutainment", taman bacaan ini memadukan prinsip edukasi dan entertainment pada setiap kegiatan membaca, seperti: senam literasi sebelum baca, salam literasi, membaca dengan bersuara, dan lab baca di alam terbuka.

"TBM Edutainment diterapkan Taman Bacaan Lentera Pustaka agar menjadikan kegiatan membaca lebih menyenangkan buat anak-anak. Membaca jangan dibikin bosan. Tapi harus dikemas lebih menarik. Sehingga anak-anak lebih bersemangat" ujar Syarifudin Yunus di TBM Lentera Pustaka.

Akses bacaan yang mudah dan optimalkan jam baca, itulah fokus TBM Lentera Pustaka. Karena tanpa baca, anak-anak akan merana di masa depan. Jauhnya anak-anak dari buku, sungguh akan menjadi momok yang terus melanggengkan kebodohan dan kemiskinan. Apalagi di tengah gempuran era digital, jam baca anak-anak harus lebih disiplin.

Karena hanya dengan tradisi baca dan budaya literasi, kita dapat menyiapkan masa depan anak-anak dan mengusir hoaks secara lebih fundamental. Dan akhirnya, melalui kegiatan membaca dan buku, TBM Lentera Pustaka bertekad "tidak ada lagi anak yang putus sekolah" sehingga tercapai ketuntasan belajar hingga jenjang SMA... #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi

dokpri
dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun