Terpenjara itu artinya bukan "dapat dipenjarakan". Tapi "disekap di penjara". Itu berarti seseorang yang terpenjara, pasti sudah berbuat salah. Lalu, mengapa sekarang banyak orang yang "memenjarakan" orang lain. Sementara kita belum tahu, apakah orang lain itu salah? Bila salah pun, salah 1 atau salah semuanya?
Sungguh, hari ini terlalu mudah untuk terpenjara ...
 Terus, kalo orang lain salah, apa kita benar? Belum tentu, jawabnya.
Berkaca dari kisah Nabi Yusuf AS. Seorang pemuda tampan yang memesona banyak wanita. Siapapun wanita yang melihat, pasti jatuh cinta. Bahkan hingga istri majikannya sekalipun, Siti Zulaikha pun terpikat lalu jatuh cinta padanya.
Nabi Yusuf, memang luar biasa. Hebat. Ia mampu menolak ajakan. Bahkan intimidasi seorang Siti Zulaikha yang juga cantik dan menarik. Meskipun saat itu, tidak ada siapa-siapa di istana. Hanya mereka berdua, bahkan pintu-pintu pun tertutup. Saat itu ya, bukan saat ini.
Nabi Yusuf, mampu mencegah dirinya dari ajakan maksiat; ia lolos dari ujian atau godaan syahwat nan dahsyat di kala itu.
Alhasil, Nabi Yusuf pun "terpenjara". Akibat penolakannya terhadap Siti Zulaikha. Karena Nabi Yusuf lebih memilih cinta untuk taat kepada Allah SWT. Apapaun yang terjadi pada dirinya. Memang benar kata para jomblo, cinta itu memang pilihan.
Bila kisah yang sama terjadi pada pemuda tampan zaman now. Mungkin, bisa jadi lain cerita.
Begitulah nyatanya. Siti Zulaikha yang mengajak dan meng-intimidasi malah jadi "benar". Sementara Nabi Yusuf yang menolak maksiat justru "disalahkan" lalu terpenjara.
Kadang dan di suatu waktu. Kebenaran itu memang menyakitkan jika dinyatakan. Karena hanya sedikit orang yang dapat menerima itu. Sementara banyak orang lainnya, lebih senang ikut menyalahkan dan memenjarakan pihak yang "dianggap" salah.
Maka bertanya lagi. Bila orang lain salah, apa kita benar?Â