Menulis itu obat, begitu kata Syarifudin Yunus.
Maka wajar, ia selalu menulis setiap hari. Dari malam ke malam, setiap malam, ia menghabiskan waktunya dengan menulis. Seberapa sibuk, seberapa lelah. Syarifudin Yunus tidak pernah melewatkan waktu untuk tidak menulis. Menulis baginya, sudah menjadi darah dagingnya. Bukan hanya sekadar ekspresi perasaan, pengetahuan maupun pengalaman yang dialaminya.
Sebagian orang bilang menulis itu sulit.
Namun tidak demikian buat Syarifudin Yunus. Karena menulis buatnya adalah obat. Obat dari penyakit hati, obat dari penyakit sosial. Bahkan obat untuk "nakalnya pikiran" yang tidak sempat terkatakan. Menulis adalah terapi penyembuhan diri dari dunia yang bukan dirinya, penyembuhan dari rekayasa diri yang kian dicintai banyak orang. Bahkan ketika dunia enggan menoleh dan merangkul pun bisa diekspresikan melalui tulisan.
Siapapun, sangat boleh sedih atau gembira. Siapapun boleh benci lalu cinta.
Namun itu semua, sangat sayang bila tidak diekspresikan ke dalam tulisan. Karena menulis hanya butuh niat dan perilaku. Untuk mengabadikan setiap peristiwa demi peristiwa yang dialami.
Scripta manent verba volant; yang tertulis akan abadi, yang terucap akan lenyap.
Syarifudin Yunus atau lebih dikenal Syarif Yunus, lahir di Jakarta pada 15 Maret 1970. Meraih gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (1994) dari Universitas Negeri Jakarta (d/h IKIP Jakarta) dan Magister Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta (2006). Kini tengah melanjutkan studi S3 Program Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor atas beasiswa dari Universitas Indraprasta PGRI tempatnya mengajar.
Menikah dengan Preli Oktosari, dikaruniai tiga anak; Fahmi Rifli Pradana (22th), Farid Nabil Elsyarif (17th), dan Farah Gammathirsty Elsyarif (12th). Bekerja lebih dari 24 tahun sebagai Dosen dan aktif mengajar di Universitas Indraprasta PGRI (sejak 1994) dan pernah menjadi pengajar luar biasa di Universitas Negeri Jakarta (sejak 2010).Â
Pernah berkiprah sebagai Wartawan Majalah Forum Keadilan (1996) dan sangat dekat dengan bidang jurnalistik, komunikasi, kehumasan, penyuntingan, menulis, bahasa dan sastra. Keahliannya di bidang Bahasa Indonesia pun menjadikannya sebagai Ahli Bahasa Bawaslu DKI, di samping berbicara di berbagai seminar dan workshop Pendidikan Bahasa Indonesia, Penulisan, dan Komunikasi.
Hingga akhir tahun 2108, sudah 25 buku yang dituliskan; 1) Jurnalistik Terapan(2010),2)Bunga Rampai Problematika Bahasa Indonesia(Ed.-2010),3)Kumpulan Puisi & Cerpen "Kata Anak Muda" (Ed.-2011),4) Antologi Puisi "Perempuan Dimana Mereka?" (Ed.-2012),5)Antologi Puisi "Potret Orang-Orang Metropolitan" (Ed.-2013),6)Antologi 44 Cerpen "Surti Bukan Perempuan Metropolis"(Maret 2014),7) Antologi 85 Cerpen "Kecupan Di Pintu Langit" (Mei 2014),8) Antologi 70 Cerpen "Di Balik Jendela Kampus" (Juli 2014), 9) Kumpulan 30 Cukstaw Cerpen "Surti Tak Mau Gelap Mata"(November 2014), dan 10) Antologi Puisi Kritik Sosial "Tiada Kata Dusta Untuk Presiden" (November 2014), 11) Kompetensi Menulis Kreatif (April 2015), 12) Kumpulan Cerpen "Hati Yang Mencari Ibu" (Mei, 2015), 13) Kumpulan Cerpen "Bukan Senyuman Terakhir" (April 2016), 14) Kumpulan Cerpen "Resonansi Cinta Yang Terbelah" (Mei 2016), 15) Kumpulan Artikel Ilmiah "Bahasa Di Panggung Politik; Antara Kasta dan Nista" (Desember 2016), Kenapa Kau Membenciku (2017), Cerita Bibir Di Atas Tangan (2017) Oasis Dari kampus (2017), Jangan Mencintai perempuan Biasa (2018), Noda Di Ruang Kelas (2018), Sentimen Bahasa Politik (2018), Politik Orang Susah (2018), Jakarta Di Atas Kertas (2019).