Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Asesor LSP Dana Pensiun Lisensi BNSP - Edukator Dana Pensiun - Mantan Wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku diantaranya JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Setelah KRL, Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Menggagas Pemberdayaan Masyarakat

3 Januari 2019   21:55 Diperbarui: 3 Januari 2019   22:00 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Contoh lainnya adalah berdirinya "Kampung Warna Warni" di Kota Malang Jawa Timur. Kampung ini menjadi begitu terkenal karena ciri khasnya sebagai tempat paling indah untuk berselfie. Saat ini, tiap keluarga di sana berhak mendapatkan "penghasilan tahunan" dari kampungnya yang menjadi objek wisata. Awalnya, kampung ini hanya pemukiman kumuh di bantaran sungai. Tapi karena masyarakatnya sadar dan mau diatur, dan dibantu mahasiswa yang ber-KKN kini telah berubah menjadi kampung yang terkenal karena dipenuhi cat-cat warna-warni di setiap tembok dan atapnya. Kampung kumuh yang berubah jadi kampung wisata, indah dan masyarakatnya pun berdaya.

Lalu, apa pelajaran yang bisa diambil Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu setelah jadi KRL?

Jujur saja, mungkin belum banyak yang berubah. Walau harus diakui sudah cukup baik dalam tata kelolanya. Maka kini, sudah saatnya ditambah dengan kesadaran baru, mumpung di tahun baru 2019, untuk mau "berubah lebih baik". 

Caranya, tentu dengan mengubah pola pikir, mengubah kebiasaan, bahkan mengubah perilaku. Dari yang biasa menjadi luar biasa, dari yang konsumtif menjadi produktif, dari yang "ada apanya" jadi "apa adanya". Karena jika tidak, KRL dan sejenisnya pada akhirnya hanya sebatas program namun belum mampu mewujudkan "mimpi" pemberdayaan masyarakat.

Maka hal kecil yang harus dimulai, disosialisasikan adalah pentingnya kesadaran semua pihak untuk mau berubah menuju keadaan yang lebih baik. Setelah itu, baru bertindak secara nyata untuk lingkungannya sendiri. Tentu, harus tanpa pamrih. Karena tidak ada lingkungan yang kini jadi objek wisata bila tidak mau berkorban terlebih dulu. Semua hasil pasti ada proses awalnya.

Terus apa yang bisa dilakukan?

Selalu ada banyak yang bisa dilakukan, bisa diperbaiki. Sebagai contoh di bidang pertanian misalnya, kenapa tidak terpikirkan menjadikan Desa Sukaluyu sebagai "kebun wisata jagung". Karena di daerah ini banyak objek wisata, siapapun yang wisatawan bermalam di sekitar Gn. Salak sambil mau bakar jagung atau membeli oleh-oleh jagung, tentu bisa pergi ke "kebun wisata jagung" di Desa Sukaluyu. Di mana yang ada "wisata kebun jagung" saat ini? Coba dicek ...

Termasuk Wisata Literasi Lentera Pustaka yang saya gagas pun, intinya akan ke arah itu. Tapi sayang, masyarakatnya belum paham sehingga masih apatis. Belum mau berkorban untuk program pemberdayaan masyarakat dalam arti yang sesungguhnya. Inilah tantangan terpenting program pemberdayaan masyarakat, harus terus edukasi dan membangun kesadaran bersama yang tiada henti.

Modal baik, sungguh telah dimiliki oleh Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu di Kaki Gn. Salak Bogor. TBM Lentera Pustaka sebagai taman bacaan masyarakat yang kreatif dan inovatif sudah berjalan. KRL Cijabon dan bank sampah sudah eksis. Aset wilayah dan perkebunan pun bisa dioptimalkan. Sumber daya manusia cukup. Bahkan kegiatan seperti GErakan BERantas BUta aksaRA (Geber Bura), PAUD, Kelompok Wanita Tani, PAUD dan Madrasah pun sudah ada. Maka kini, tugasnya tinggak "disamakan gerak langkahnya" agar lebih kolaboratrif, bukan kompetitif. Karena berjalan bersama-sama lebih baik daripada berjalan sendiri-sendiri.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Kembali ke pertanyaan penting, mau apa setelah KRL?

Secara sederhana tentu bisa dijawab, tidak mau apa-apa. Cukup mau begini-begini saja. Tapi bila mau disadari, sukses tidaknya KRL di Kp. Warung loa Desa Sukaluyu sangat bergantung pada komitmen dan kesadaran semua pihak, aparatur dan masyarakatnya sendiri. Karena tanpa itu, sulit untuk bisa membuktikan "perubahan" secara nyata. Apalagi untuk memberdayakan masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun