Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 47 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berteman di Era Politik, Bila Tidak Sama Kenapa Tidak Boleh Beda?

29 Desember 2018   10:02 Diperbarui: 29 Desember 2018   10:18 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini soal kawan, soal pertemanan di era politik. Berapa banyak kawan yang akhirnya jadi lawan. Cuma gara-gara beda pilihan politik. Merusak pertemanan gara-gara urusan politik yang sesaat, sungguh bukan hanya rugi. Tapi sangat disayangkan. Berteman itu sederhana, asal niat baik saja. Dan kalau tidak bisa sama, kenapa tidak boleh beda?

Di liburan akhir tahun 2018 bersama keluarga. Saya singgah di kota Tegal, kota kelima yang saya sambangi setelah Solo-Semarang-Dieng Wonosobo-Pekalongan lalu berakhir di Tegal sebelum kembali ke Jakarta.

Saat di Tegal, saya disambangi oleh sahabat lama Moh. Salim yang pas ada di Tegal. Dia teman kuliah 28 tahun lalu di IKIP Jakarta (sekarang UNJ) Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS, angkatan 89 kelas B.

Saya dan kawan saya ini memang beda. Belakangan pun beda pilihan politik, beda mazhab politik. Bahkan di usia tua sekarang pun jenggotnya beda; jenggot dia hitam panjang sedangkan jenggot saya putih pendek. Sekarang ini dia juga ustadz tukang kasih ceramah, sementara saya seorang aktivis dan pengabdi sosial buat anak-anak yatim, taman bacaan dan kaum buta huruf. Beda yang terakhir,  dia wong Tegal, saya wong Jakarta. Jadi, berkawanbanyak bedanya itu lumrah. Namun, mencari "kesamaan" daripada "perbedaan" itu yang utama. Biar "beda" tapi tetap menjaga yang "sama", itulah esensi berkawan, berteman di era politik.

Ada yang bilang, berteman seribu masih kurang, tapi musuh satu sudah kebanyakan. Tapi di era politik via medsos, mungkin sekarang banyak orang yang sudi "mengorbankan" pertemanan karena beda pilihan politik. Di situlah, saya tegaskan "jahatnya politik" utamanya bagi mereka yang menafsir demokrasi secara sempit.

Politik itu sesaat. Teman itu terhormat. Jadi gak usah bikin siasat politik untuk menebar mudarat.

Memang berapa sih harga pertemanan? 

Ada yang bilang mahal ada yang bilang murah. Tapi bila karena pilihan politik, pertemanan jadi "kiamat" siapa yang ajarkan. Seperti di medsos hari ini, berapa banyak sesama teman saling mencaci-maki, saling menghujat bahkan saling membenci karena beda pilihan politik.  Lalu, mereka sudi tercabik-cabik pertemanannya.

Harga pertemanan itu sangat mahal bila hanya dibayar dengan urusan politik. Ongkos berteman itu gak akan ada yang mampu bayar bila dirusak karena urusan politik. Maka bertemanlah, dengan apa adanya dan penuh cinta. Karena berteman itu untuk urusan kebaikan, bukan kejelekan. Masih banyak di luar sana yang membutuhkan pertemanan untuk mengusung sikap dan perilaku baik. 

Berteman di era politik. Harusnya bisa saling menerima dan saling memberi dalam kebaikan. Bila gak bisa sama, kenapa gak boleh beda?

Teman itu ada untuk kolaborasi bukan kompetisi. Karena di era politik, tidak ada gunanya seorang teman yang hanya bisa membenci atau berburuk sangka pada apapun, urusan apapun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun