Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bila Jengah pada Pemerintah, Jangan Lupakan Sejarah Nak!

27 Desember 2018   07:07 Diperbarui: 27 Desember 2018   08:09 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan Lupakan Sejarah, Nak!

Orang zaman now, terlalu mudah melupakan sejarah. Begitu kata orang-orang yang lain. Bahkan kata Titiek Puspa, memang ciri orang Indonesia itu terlalu mudah melupakan sejarah. Lupa akan sejarahnya sendiri. Maka pantas Presiden Soekarno pernah membuat istilah "jas merah"; jangan sekali-sekali melupakan sejarah.

Maka liburan akhir tahun kali ini, saya bersama kedua anak saya, Farid dan Farah, dan istri menyempatkan ke Keraton Solo, Lawang Sewu dan Sam Poo Kong Semarang. Di samping liburan agar lebih banyak ngobrol bareng anak, tentu agar mereka kenal dan tahu sedikit tentang sejarah tempat yang dikunjungi. Liburan yang sederhana.

Sejarah, memang cuma masa lampau. Tapi tidak ada hari ini bila tidak ada masa lampau. Karena tiap sejarah, apapun bentuknya, pasti terikat oleh sejarah. Terikat oleh ruang dan waktu. Ruang itu bicara "tempat" terjadinya sejarah. Sedangkan waktu bicara "kapan" terjadinya sejarah itu. Simpel kan? 

Jadi, apapun yang terjadi pasti ada sejarahnya. Apapun yang ada hari ini pasti sudah ada "tempatnya" ada "waktunya". Tentu semua atas kehendak-Nya. Lalu, mengapa masih ada orang-orang yang tidak mampu menerima "keberadaan" orang lain? Siapa yang jadi presidennya, siapa yang jadi pemimpinnya? Pasti sudah ada "tempat" dan "waktu" yang sudah diatur-Nya. Tapi sayang, masih banyak orang yang bersikeras membenci atau menghujat karena bukan pilihannya. Mungkin, mereka lupa pada sejarah ...

Agak benar sih, orang-orang yang lupa sejarah bahkan lupa masa lampaunya pasti mereka telah kehilangan identitas. Krisis percaya diri pada dirinya sendiri sekalipun. Buat saya, pikiran dan mungkin perilakunya bisa berbahaya buat dirinya sendiri.

Sejarah memang hanya masa lampau. Sejarah pun cukup untuk dikenang. Maka jangan pernah pula "hidup" dalam sejarah. Tapi dengan sejarah, kita bisa belajar tentang adanya "perubahan" dalam hidup manusia dan adanya "kesinambungan" dalam diri manusia. Tidak ada yang terjadi dan kita alami hari ini, tanpa ada dukungan dari sejarah.  Kita begini ini, karena ada perubahan dan kesinambungan atas sejarah yang ada. Karena selalu ada ruang dan waktu yang berbeda dalam hidup manusia.

Sejarah pula yang bikin hidup manusia itu dinamis, bukan statis. Maka apapun yang terjadi pada diri kita hari ini, pasti ada dan sesuai sejarahnya. Bahkan secara kodrati pun, bumi tempat berpijak manusia pun akan mengulang sejarahnya hingga kiamat tiba nantinya. Manusia di masa tuanya pun akan mengulang masa kecilnya. Bahkan anak krakatau yang menjadi sebab tsunami menewaskan 400 orang lebih pun mengulang periode sebelumnya.

Jadi tidak usah berontak terhadap sejarah. Tapi bersikaplah untuk menerima sejarah lalu memperbaikinya. Tidak ada guna membenci dan menghujat keadaan, apalagi orang lain bagi mereka yang tahu sejarah.

Dokpri
Dokpri
Sejarah itu perubahan. Sejarah itu pasti berkesinambungan. Kata Heraclitus "panta rei"; yang artinya, tidak ada yang tidak berubah, semua mengalir. Semuanya akan bergerak dan berubah. Tinggal kita, mampu atau tidak, menyikapi perubahan dan tetap realistis dalam menerima keadaan.

Jangan lupakan sejarah, Nak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun