Cepat atau lambat, setiap orang pasti menua. Maka menjadi tua itu pasti.
Tapi sayang, tidak banyak orang yang telah mempersiapkan masa tua, masa pensiunnya. Hingga terkaget-kaget, bila usai pensiun menjemput. Sepertinya belum lama bekerja, kok sudah pensiun saja. Kondisi itu pula yang menjadi sebab 90% orang Indonesia tidak siap untuk pensiun. Bahkan, 96%-nya tidak terbayangkan ingin apa di masa pensiun?
Masa pensiun, tentu bukan harus ditakuti. Pensiun seharusnya dipersiapkan, direncanakan. Karena pensiun pasti tiba. Sangat tidak mungkin, seseorang ingin atau mampu bekerja terus-menerus. Nah masalahnya, apakah kita siap untuk pensiun?
Adalah fakta, problematika pensiunan atau pekerja di masa pensiun adalah masalah keuangan. Atas dalih, penghasilan tidak cukup saat bekerja lalu lupa menabung untuk masa pensiun. Saat bekerja penuh gaya hidup. Begitu pensiun, kehabisan gaya. Karena ketika bekerja sama sekali tidak menyiapkan untuk pensiun. Apa yang terjadi? Maka 73% pensiunan akhirnya mengalami masalah keuangan di masa pensiunnya.
Di tengah maraknya era konsumerisme seperti sekarang, penting rasanya untuk membangunn kesadaran masyarakat untuk peduli pensiun. Agar nantinya, masyarakat dapat menikmati masa pensiun dengan lebih nyaman, lebih sejahtera. Masa pensiun yang tidak mengalami penurunan kesehatan finansial. Sehingga tetap dapat mempertahankan gaya hidup seperti di saat bekerja.
Pentingnya kepedulian terhadap masa pensiun bukan tanpa alasan. Karena hari ini, adanya kecenderungan masyarakat Indonesia lebih mementingkan gaya hidup. Lebih berperilaku konsumtif. Memang tidak ada yang salah. Namun akan lebih baik bila dibarengi dengan kemauan menabung untuk masa pensiun, tentu melalui program pensiun.
Dapat dikatakan, hari ini banyak orang punya gaya hidup hampir melewati penghasilannya. Gaya hidup lebih dominan dibandingkan kesadaran untuk menyimpan dana untuk masa pensiun. Setidaknya, ada 4 realitas keuangan masyarakat yang bisa mengancam masa pensiun. Ke-empat realitas keuangan tersebut adalah:
1. Gaji atau kondisi keuangan yang sering defisit. Banyak pekerja dan masyarakat yang mengalami gaji bulanan habis lebih dulu sebelum hari gajian bulan berikutnya. Gaji yang tergerus oleh gaya hidup yang berlebihan.
2. Banyaknya hutang konsumtif. Makin banyaknya masyarakat yang berhutang hanya untuk keperluan konsumtif. Hutang yang digunakan bukan untuk keperluan produktif atau investasi. Kondisi ini makin mempersulit kondisi keuangan.
3. Dampak inflasi yang tidak diantisipasi. Perilaku konsumtif berbanding terbalik dengan inflasi. Kenaikan harga barang jadi sebab daya beli menurun, di samping kebutuhan jangka panjang pun akan membengkak nilainya. Hal ini sangat berpotensi menjadi masalah ekonomi di masa depan.
4. Tidak mampu menabung untuk masa pensiun. Gaya hidup yang berlebihan makin membuat orang tidak peduli masa pensiun. Terlalu banyak pekerja yang orientasi keuangannya bersifat jangka pendek, bukan jangka panjang.
Bila tidak siap, maka ke-empat realitas keuangan menyebabkan orang Indonesia punya masalah keuangan di masa pensiun. Maka konsekeuansinya, semakin banyak orang yang tetap ingin bekerja ketika masa pensiun tiba.
Lalu, apa jalan keluarnya?
Tentu, ada banyak jalan keluar. Tapi salah satu yang patut diperhitungkan adalah menjadi peserta program pensiun DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Karena DPLK merupakan program pengelolaan dana pensiun yang dirancang untuk mempersiapkan jaminan finansial pekerja saat mencapai usia pensiun atau hari tua. Melalui DPLK, seorang pekerja dapat menyetorkan sejumlah uang secara rutin setiap bulan untuk keperluan masa pensiun. Pekerja bisa menjadi peserta DPLK, baik atas inisitaif sendiri atau diikutsertakan oleh perusahaan tempatnya bekerja.
DPLK berbeda dengan Jaminan Hari Tua (JHT) atau Jaminan Pensiun (JP). DPLK bersifat sukarela, sedangkan JHT dan JP bersifat wajib dan hanya mencukupi untuk kebutuhan dasar saja. Karena itu DPLK diperlukan untuk memastikan kecukupan dana seorang pekerja di masa pensiunnya. Seperti diketahui, tingkat penghasilan pensiun (TPP) yang dianggap dapat memenuhi kebutuhan di hari tua adalah 70%-80% dari gaji terakhir.Â
Sementara program wajb seperti JHT dan JP tidak mencukupi. Paling maksimal hanya bisa meng-cover 30%-40% dari TPP tersebut. Maka dari mana kekurangannya? Di situlah DPLK berperan untuk "menutupi kekurangan" TPP. Agar setiap orang bisa mempertahankan gaya hidup di masa pensiun, di saat tidak bekerja lagi.
Intinya, DPLK bertumpu pada pengelolaan program pensiun iuran pasti (PPIP) yang dirancang untuk mempersiapkan ketersediaan dana di masa pensiun. Oleh karena itu, DPLK orientasinya ke masa pensiun atau hari tua.Â
Memang, tidak mudah mengubah gaya hidup dan perilaku konsumtif di masyarakat. Tapi kita butuh keberanian untuk memulai program pensiun. Membangun spirit untuk mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera.
Ketahuilah, mempersiapkan masa pensiun tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Selain kita harus berani menurunkan gaya hidup dan perilaku konsumtif. Tapi kita pun harus berani menjadi peserta program pensiun seperti DPLK.Â
Kita memang boleh pensiun dari sebuah pekerjaan. Tapi kita jangan lelah berjuang hari tua yang lebih baik dari sekarang... #YukSiapkanPensiun #EdukasiPensiun #LiterasiPensiun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H