Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jadikan Sistem Pendidikan Persoalan "Hidup Mati"

23 November 2018   19:56 Diperbarui: 23 November 2018   20:34 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan guru, lanjut Hafidz, adalah masalah pengadaan, penempatan, pengangkatan dan pembinaan.

"Anggaran Pendidikan 20 persen dari APBN hanya berdampak mengurangi beban kerja guru yang rangkap," tandas Hafidz.

Lain halnya dengan Prof.Dr. Nana Supriatna, M.Ed, Guru Besar UPI tersebut menawarkan pentingnya penerapan "Pendidikan Konsumen Hijau" untuk mengurangi dampak terjangan gelombang Revolusi Industri 4.0.  

"Sebagai bangsa memang kita sudah merdeka, tapi sebagai konsumen kita belum merdeka. Buktinya masyarakat kita hanya mengikuti dan mengonsumsi semua produk industri multinasional tanpa memikirkan betapa produk-produk tersebut selain menguras uang rakyat Indonesia untuk dibawa ke negeri asal Multi National Corporation, juga meninggalkan 7 juta ton sampah plastik, dan 3,5 juta ton dari jumlah itu dibuang ke sungai," kata Nana Supriatna.

Jadi tujuan dari pendidikan konsumen hijau itu, kata Nana, untuk membebaskan masyarakat sebagai konsumen dari pengendalian pencitraan atau rekayasa kebutuhan produk oleh produsen.

"Jadi pendidikan green consumer itu membangun kesadaran agar konsumen ikut mengurangi sampah plastik," kata Nana.

Untuk mencapai tujuan itu, proses pembelajaran, dan materi ajarnya, tambah Nana, berorientasi pencerdasan konsumen dalam membaca literasi. Konsumen diajak memikirkan bagaimana pencitraan mengendalikan cara berpikir dan memompa hasrat konsumsi produk perusahaan itu dibuat. Proses pembelajaran itu diharapkan meningkatkan kecerdasan literasi masyarakat sehingga mampu memupus hasrat berkonsumsi, dan semua konsumen dalam berbelanja produk dilakukan melalui keputusan yang cerdas dan sehat. Nana mencontohkan konsumsi tidak sehat itu seperti seorang narapidana korupsi saat ditangkap KPK, salah satu harta yang disita adalah tas merk Hermes yang harganya ratusan juta. Penumpukan sampah plastik air mineral, kata Nana, bukan hanya wujud ketidak-disiplinan dalam membuang sampah melainkan juga ekses dari orientasi konsumsi yang dilakukan konsumen karena pencitraan oleh produsen.

"Jutaan ton sampah dibuang ke laut, sampai berdampak matinya ikan paus yang menyimpan 7 kilogram plastik di perutnya," kata Guru Besar UPI.

Untuk menyadarkan dan mencerdaskan konsumen, Nana Supriatna berharap ke depan pendidikan konsumen hijau bisa masuk ke semua mata pelajaran.

Sementara itu James Modouw menyampaikan, bahwa desentralisasi pendidikan telah membedakan pendidikan Indonesia dibanding sebelum era reformasi. Sekarang urusan kebijakan pendidikan merupakan kewenangan pusat.

"Urusan tekhnis pendidikan diserahkan kepada pemerintah daerah," kata Staf Ahli Menteri Pendidikan & Kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun