Seberapa penting dana pensiun?
Daya tahan ekonomi nasional sangat bergantung pada ketersediaan pendanaan jangka panjang. Untuk itu, program pensiun perlu dilakukan revitalisasi sebagai alternatif pendanaan jangka panjang. Hal ini juga menjadi indicator kemajuan ekonomi suatu negara.Â
Diskursus pentingnya mengoptimalkan industi dana pensiun tercermin dalam penyelenggaraan Seminar Internasionl #1 Indonesia Retirement Outlook (IRO) pada 24-25 Oktober 2018 di Hotel Bidakara Jakarta. Tidak kurang dari 19 pembicara kompeten dan 300 peserta hadir di acara IRO 2018 yang digagas oleh Perkumpulan DPLK (PDPLK) dan Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI). Â
 Dengan tema "Revitalisasi Program Pensiun sebagai Indikator Kemajuan Negara dan Alternatif Pendanaan Jangka Panjang (Tinjauan Politik dan Ekonomi)", IRO 2018 bertujuan untuk memformulasikan keberadaan industri dana pensiun di Indonesia dalam skema yang lebih pas, di samping dapat memastikan kesejahteraan pekerja di Indonesia. IRO 2018 merupakan seminar internasional "program pensiun" yang terbesar dan paling komprehensif di Indonesia.
Acara yang dibuka oleh Andra Sapta, Direktur Pengawasan Dana Pensiun dan BPJS Ketenagakerjaan IKNB OJK ini menghadirkan pembicara secara marathon seperti: Fiona Stewart (World Bank), Dr. Luky Alfirman, M.Sc (Dirjen PPR Kemenkeu RI), Wahyu Widodo (Direktur Jamsostek Kemenaker RI), Agus Susanto (Dirut BPJS Ketenagakerjaan), Faisal Basri (Ekonom), Abdul Rachman (Ketua PDPLK), Suheri (Ketua ADPI), Hariyadi Sukamdani (Ketua Umum APINDO), Kevin Ding (Manulife Asia), Demetrius Ari Pitojo (CIO Eastpring Investment), Said Iqbal (KSPI), Yosminaldi (Ketua ASPHRI), Fahmi Idris (Akademisi & Mantan Menaker RI), Angger Yuwono (Akuaris & Anggota DJSN), Steven Tanner (Pengamat Dana Pensiun/Aktuaris), dan Dewi Motik Pramono (Tokoh Nasional & Waketum DNIKS).
"Melalui IRO 2018 ini, diharapkan dapat menghasilkan lansekap dan strategi program pensiun di Indonesia sebagai alternatif pendanaan jangka panjang. Pekerja dan pemberi kerja pun bisa memperoleh rekomendasi skema akan pentingnya merencanakan masa pensiun bagi setiap orang, bagi setiap pekerja.Â
Karena kontribusi industri dana pensiun masih sangat rendah, sekalipun UU-nya sudah berjalan 26 tahun" ujar Abdul Rachman (Ketua Umum Perkumpulan DPLK) dan Suheri (Ketua Umum ADPI) didampingi Syarifudin Yunus (Ketua Panitia IRO 2018) di acara IRO 2018 hari ini di Jakarta.
Mengacu pada UU No. 11/1992 tentang Dana Pensiun yang telah melebihi seperempat abad sangat diperlukan upaya merevitalisasi industri dana pensiun. Belum lagi, tingkat inklusi keuangan dana pensiun di Indonesia yang tergolong masih sangat rendah, hanya 4,6% (OJK, Des 2016) dari sekitar 50 juta pekerja formal dan 70 juta pekerja informal di Indonesia. Maka kondisi ini, menjadikan sebagian besar pekerja di Indonesia berpotensi mengalami masalah keuangan di masa pensiun dan tidak mampu mempertahankan gaya hidupnya di hari tua.
"IRO 2018 ini menyajikan otpik yang berbobot dan menarik sesuai dinamika era milenial. Inilah forum masyarakat dana pensiun Indonesia untuk berembuk dan berbagi pemikiran tentang dana pensiun. Komprehensif dan actual" ujar Syarifudin Yunus, Ketua Panitia IRO 2018. Â
Adalah fakta hari ini, riset menunjukkan 70% orang Indonesia mengalami masalah keuangan di masa pensiun. Sementara usia harapan hidup diprediksi berada di usia 75 tahun pada tahun 2020. Maka persoalan masa pensiun menjadi hal serius yang harus dikedepankan. Maka tanpa upaya merevitalisasi program pensiun, bisa jadi bonus demografi Indonesia yang akan terjadi pada periode 2020-2030 bukan menjadi berkah tapi musibah. Karena rasio ketergantungan yang rendah dan penduduk usia produktif lebih banyak harus diimbangi dengan "kemauan kuat" untuk menabung saat bekerja untuk kesejahteraan di masa pensiun.