Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ngopi Pagi itu Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar

16 Agustus 2018   08:25 Diperbarui: 16 Agustus 2018   08:39 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sob, kamu tahu gak?

Sesungguhnya, dosa dari meninggalkan kopi di pagi hari itu setara dengan menghujat pemimpinnya sendiri tiada henti. Dosa orang-orang yang yang lahir di bumi pertiwi. Tapi bertindak seperti warga asing yang membenam permusuhan...

Ngopi pagilah dulu. Karena kaum penikmat kopi itu rileks dan realistis. Dilayani jutek gak masalah. Dilayani sopan pun oke-oke saja. Teman ngopi pun begitu. Ada yang ngeselin ada yang nyenengin. Apapun dan siapapun, bagi kaum penikmat kopi tetap santai saja. Kopi itu seperti politik, pahit tapi berujung manis.

Kadang, ngopi pagi itu. Menyadarkan kita bahwa di dunia ini hanya ada dua tipe manusia. 

Satu, manusia jutek lagi pahit. Mereka yang reaksinya negatif. Ikut-ikutan jutek, nelongso melulu. Marah-marah melulu ke si pelayan kopi.

Kedua, manusia sopan lagi manis. Mereka yang reaksinya positif. Semua hal disikapi dengan rileks, santai saja. Tetap bersikap sopan ke si pelayan kopi asal dia bisa menikmati kopi.

Kopi itu persis seperti politik.

Tergantung pesanan, tergantung selera. Mau pahit atau manis. Mau di warung pinggir jalan atau di kafe. Gak perlu baperan, rileks saja. Jadi, untuk apa ikut terpengaruh oleh orang lain. Untuk apa ikut-ikutan membenci, ikut-ikutan jutek. Sama sekali gak berguna. Karena reaksi seringkali "mengabaikan" substansi.

Kaum penikmat kopi itu sadar.

Nikmatnya secangkir kopi bukan hanya karena aroma. Tapi juga suasana. Karena kopi gak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya. Di hadapan kopi kita semua sama. Begitu pun di dunia politik. Bila suka pilih, bila tidak suka gak usah dipilih.

Kaum penikmat kopi itu tahu betul. Apa yang harus diperbuat. Karena pada secangkir kopi, tidak boleh ada orang lain yang ikut menentukan cara kita dalam bertindak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun