Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 52 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyambut Bulan Bahasa 2017, Politisi Diimbau Santun Berbahasa

1 Oktober 2017   09:19 Diperbarui: 1 Oktober 2017   11:13 1452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam rangka menyambut Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2017, IKA BINDO  Ikatan Alumni Bahasa dan Sastra Indonesia (IKA BINDO) Universitas Negeri Jakarta mengimbau para politisi dan tokoh nasional untuk bersikap santun dalam berbahasa. Merebaknya ujaran kebencian di tengah masyarakat, berita bohong hingga kasus Saracen menjadi sinyal hilangnya sikap santun berbahasa. Maka, para politisi dan tokoh nasional harus menjadi teladan dalam berbahasa yang santun. Hal ini ditegaskan IKA BINDO UNJ dalam pencanangan Bulan Bahasa & Sastra 2017 di Jakarta hari ini.

"Merebaknya ujaran kebencian dan berita bohong itu melanggar kesantunan berbahasa. Di samping menyampaikan pesan, tujuan kita berbahasa itu untuk menjalin hubungan sosial, bukan malah merusaknya. Karena itu, politisi dan tokoh nasional harus sadar diri dalam berbahasa. Komentar dan ungkapan di dunia politik, tentu tidak boleh kontraproduktif dengan sikap santun berbahasa. Tidak asal ngomong. Berbahasa pun harus sesuai etika, tidak menabrak norma sosial dan budaya" ujar Syarifudin Yunus, Ketua IKA BINDO UNJ dan Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI.

Adanya 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong, IKA BINDO UNJ menganggap sangat dipengaruhi oleh gaya berbahasa para politisi dan tokoh nasional. Jika tokoh nasional berbahasa kasar dan penuh kebencian, maka masyarakat pun tergerak mengikutinya. Karena bahasa itu keteladanan, persis mengikuti tokoh yang diteladaninya.

IKA BINDO UNJ menyatakan sikap berbahasa yang santun penting dirajut kembali. Santun berbahasa dapat dilihat dari 1) aspek bahasa, seperti pilihan kata, intonasi, struktur kalimat, dan 2) aspek perilaku, seperti ekspresi dan gerak tubuh. Sikap santun berbahasa harus tercermin dalam komitmen untuk mau menghargai dan menghormati mitra bicara. Jika terjadi kebencian, maka kesantunan bahasa ternodai. Oleh karena itu, setiap ujaran harus memperhatikan aspek perlokusi, berupa efek yang ditimbulkan dalam berbahasa.

"Berbahasa yang santun adalah berbahasa yang lugas namun tetap baik. Jika efek dari ujaran menimbulkan kebencian atau ketersinggungan, berarti ada yang salah dalam berbahasa" tambah Syarifudin Yunus.

Berdasarkan studi IKA BINDO UNJ, sikap berbahasa yang tidak santun timbul karena: 1) ingin mengkritik dilandasi pikiran negatif, 2) komentar atas dasar emosi personal, 3) berbicara didorong kecurigaan, dan 4) berniat memojokkan lawan politik.

Oleh karena itu, di tengah suhu politik yang semakin "panas" ke depan, politisi dan tokoh nasional untuk lebih hati-hati dalam berkomentar, di samping tetap santun dalam berbahasa. Jika perlu, menurut IKA BINDO UNJ, ada baiknya para politisi dan tokoh nasional ikut Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) sebelum berbicara kepada publik atau media massa.

Syarifudin Yunus menambahkan, "Maraknya ujaran kebencian dan berita bohong harus dilihat sebagai ancaman terhadap eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pragmatisme politik untuk meraih kekuasaan atau popularitas bukan cara yang dalam berbahasa. Bahasa yang tidak santun pasti merusak karakter bangsa Indonesia yang dikenal ramah dan santun selama ini".

Melalui momentum Bulan Bahasa dan Sastra -- Oktober 2017 ini, IKA BINDO UNJ menilai persoalan Bahasa Indonesia saat ini semakin kompleks. Di samping serbuan pemakaian bahasa asing yang kian marak, Bahasa Indonesia pun ditantang untuk menjadi alat komunikasi yang penuh kesantunan, sebagai bahasa persatuan bukan bahasa perpecahan. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi nasional untuk merevitalisasi penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mampu membangun karakter bangsa Indonesia yang lebih santun dan berbudaya.

"Eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu telah memasuki 89 tahun. Dan kini, kita dihadapkan pada keadaan krisis berbahasa yang santun. Maka semua pihak harus mengambil sikap positif dalam berbahasa. Jangan gunakan bahasa untuk manipulasi politik" tambah Syarifudin Yunus.

Tentang IKA BINDO UNJ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun